Bakwan, Camilan Rakyat yang Tak Lekang oleh Waktu

Renyah di luar, lembut di dalam bakwan bukan sekadar camilan, tapi cerita rasa yang diwariskan lintas generasi.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID – Di tengah gempuran makanan modern dan tren kuliner luar negeri, bakwan tetap menjadi primadona camilan rakyat yang digemari lintas generasi.
Kudapan goreng yang terbuat dari campuran tepung terigu, sayuran, dan bumbu ini seakan tak pernah kehilangan tempat di hati masyarakat Indonesia.
Bakwan, yang juga dikenal sebagai bala-bala di beberapa daerah, merupakan bagian dari kategori gorengan yang paling mudah ditemui, mulai dari pedagang kaki lima hingga warung kopi di pelosok desa.
Rasanya yang gurih, teksturnya yang renyah di luar dan lembut di dalam, membuat makanan ini cocok dinikmati kapan saja.
BACA JUGA:Wingko Babat : Kue Tradisional yang Tetap Melekat di Hati Masyarakat
BACA JUGA:Cente Manis : Sentra Kuliner dan Keindahan Alam di Tengah Kota
“Setiap hari pasti ada yang beli bakwan. Anak sekolah, pekerja kantoran, sampai ibu-ibu habis belanja ke pasar.
Ini makanan yang merakyat banget,” ujar Siti Nurjanah (47), penjual gorengan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai asal usul bakwan, makanan ini diyakini terinspirasi dari kuliner Tionghoa yang kemudian diadaptasi sesuai dengan selera lokal.
Nama "bakwan" sendiri berasal dari dialek Hokkien: "bak" yang berarti daging, dan "wan" yang berarti bola.
BACA JUGA:Risoles, Camilan Klasik yang Tak Pernah Kehilangan Peminat
BACA JUGA:Dadar Gulung : Kelezatan Tradisional yang Tak Lekang oleh Waktu
Namun, dalam perkembangannya, bakwan versi Indonesia justru lebih sering menggunakan sayuran seperti wortel, kol, dan tauge sebagai bahan utamanya.
Seiring waktu, variasi bakwan pun semakin beragam.
Di Jawa Timur, bakwan kerap disebut ote-ote dan bisa diisi udang kecil atau bahkan potongan daging ayam.
Di Sumatra Barat, ada versi yang disebut bakwan jagung, dengan isian utama berupa butiran jagung manis yang memberikan sensasi kriuk yang unik.
BACA JUGA:Panada : Kuliner Khas Manado Yang Semakin Di Gemari Di Seluruh Nusantara
BACA JUGA:Kue Lumpur : Kelezatan Tradisional yang Tetap Relevan di Tengah Modernitas
Kini, bahkan di kota-kota besar, muncul inovasi bakwan kekinian seperti bakwan mozzarella, bakwan isi daging asap, hingga bakwan vegan yang menggunakan bahan nabati sepenuhnya.
Salah satu daya tarik utama bakwan adalah harganya yang sangat ramah di kantong.
Di Jakarta, satu buah bakwan dijual mulai dari Rp1.500 hingga Rp3.000, tergantung lokasi dan isinya.
“Kalau sedang tanggal tua, makan nasi sama bakwan aja udah cukup kenyang,” kata Deni (29), seorang karyawan swasta.
“Apalagi kalau pakai sambal kacang atau dicocol cabai rawit, nikmatnya luar biasa.”
Menurut pengamat kuliner lokal, Rina Marlina, keberadaan bakwan mencerminkan kedekatan masyarakat Indonesia dengan budaya makan sederhana namun penuh cita rasa.
“Bakwan itu bukan sekadar camilan, tapi juga simbol kekeluargaan. Kita bisa temui ini di acara arisan, rapat RT, bahkan jadi pelengkap makan siang.
Ini makanan yang mengikat momen,” jelas Rina.
Namun, eksistensi bakwan tak lepas dari tantangan, terutama dalam hal persaingan dan perubahan selera pasar.
Banyak pedagang gorengan tradisional kini harus bersaing dengan jajanan modern yang tampil lebih menarik secara visual dan dikemas dengan cara yang lebih higienis.
“Sekarang banyak orang lebih pilih makanan yang kelihatan bersih dan kekinian.
Kita jadi harus ekstra menjaga kualitas dan penampilan, padahal modalnya terbatas,” keluh Pak Slamet (54), penjual gorengan keliling di kawasan Depok.
Selain itu, isu kesehatan juga menjadi perhatian.
Makanan yang digoreng berulang kali dalam minyak yang sama dapat meningkatkan risiko kolesterol dan penyakit jantung.
Beberapa produsen bakwan mulai berinovasi dengan cara memanggang atau menggoreng dengan air fryer, namun tetap menghadapi tantangan dalam hal rasa dan biaya produksi.
Meski demikian, berbagai komunitas kuliner dan pelaku UMKM terus berupaya melestarikan bakwan sebagai bagian dari warisan kuliner Nusantara.
Festival jajanan tradisional dan kelas memasak daring turut membantu memperkenalkan bakwan ke generasi muda.
Bahkan, beberapa restoran fine dining di Jakarta dan Bali mulai menghadirkan menu bakwan dalam bentuk modern.
Disajikan dengan saus spesial dan plating yang artistik, bakwan kini naik kelas tanpa kehilangan akar budaya.
“Yang penting esensinya tetap sama: sederhana, gurih, dan bikin nagih,” tutur Chef Alif Pratama, seorang chef muda yang beberapa kali menyajikan bakwan sebagai appetizer dalam acara kuliner berskala internasional.
Bakwan, meskipun terlihat sederhana, menyimpan kekayaan budaya, rasa, dan nilai-nilai kebersamaan yang mendalam.
Di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman, keberadaan bakwan sebagai camilan rakyat menjadi pengingat bahwa yang sederhana pun bisa abadi jika dijaga dengan cinta dan kreativitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: