Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Ini Harapan Kenaikan UMP Sumsel dan UMK 2023

Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Ini Harapan Kenaikan UMP Sumsel dan UMK 2023

Ilustrasi Upah Minimun Provinsi (UMP) Sumsel, dan UMK 2023 yang diharapkan para buruh.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

PALEMBANG, PALPOS.ID - Terkait upah minimum yang sampai saat ini masih belum resmi ditetapkan.

Para buruh di Provinsi Sumsel berharap tahun depan upah minimum provinsi (UMP) Sumsel, dan UMK dapat dinaikan paling tidak 13 persen dibanding sebelumnya.

Diketahui hingga saat ini Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) dan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sumsel masih belum membahas bagaimana kelanjutan mengenai upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota (UMK).

Pasalnya keputusan UMP dan UMK, masih menunggu surat keputusan dari pemerintah pusat dikeluarkan.

BACA JUGA:Harapkan Perubahan UMP dan UMK Pekerja Tahun 2023

"Walaupun sampai saat ini masih belum ada pengumuman resmi berapa besaran upah minimum di Sumsel.

Tapi kami benar-benar berharap peningkatannya bisa sampai 13 persen dari tahun ini. Karena UMP atau UMK tidak berubah sama sekali dari tahun-tahun lalu," ujar Kepala Federasi Serikat Buruh (FSB) Nikeuba Sumsel, Hermawan saat dibincangi, Kamis 10 November 2022.

Hermawan mengatakan, salah satu penyebab tidak dinaikannya upah minimum tersebut yakni sejak di tetapkannya UU cipta kerja yang baru.

"Ini akibat pergantian pokok acuan formulasi perhitungan upah minimum dari PP 78 tahun 2015 yang merupakan turunan UU 13 tahun 2003 menjadi PP 36 tahun 2021 sebagai turunan UU No 11 tahun 2020," katanya.

BACA JUGA:Ratusan Pekerja PLTU Sumsel 1 Mogok Massal

Menurutnya, UU Cipta Kerja hanya akan menyengsarakan pekerja terutama kaum buruh.

"Karena pergantian acuan pokok ini maka tahun 2022 lalu perubahan upah minimum tidak ada.

Bahkan sebelumnya kami sudah mengira kalau UU terbaru Ciptakerja ini hanya akan menyengsarakan kaum buruh saja, buruh ini harusnya sejahtera loh ya," imbuhnya.

Lebih lanjut dirinya berkata, jika selama satu tahun terakhir kesejahteraan buruh di Indonesia khususnya di Sumsel masih sangat memperihatinkan.

BACA JUGA:Demi Uang Rp7 Juta Tiga Pemuda Tega Bunuh Buruh PTPN VII Cinta Manis

Hal tersebut karena pada tahun 2022 ini upah minimum bagi buruh tidak terjadi perubahan.

"Jelas apabila tahun ini upah minimum tidak naik lagi, maka nasib buruh khususnya di Sumsel ini akan sangat memperihatinkan," terangnya.

Hermawan mengungkapkan, keinginan buruh dinaikannya upah minum sebesar 13 persen tersebut tentu karena adanya alasan.

"Kami ingin upah dinaikan sampai 13 persen itu pasti bukan tanpa alasan ya, karena ancaman resesi dan pertumbuhan inflasi hingga 6,5 persen di tahun depan itu menjadi momok menakutkan bagi kami para buruh ini ," ungkapnya.

BACA JUGA:Puluhan Buruh di OKU Desak UU Cipta Kerja Dicabut

Hermawan juga menjelaskan, ini karena pemerintah masih menjadikan PP 36 ini sebagai acuan.

"Jadi kalaupun nanti tetap ada peningkatan, kemungkinan itu sangat kecil, mungkin hanya naik sebesar 2 persen atau paling tinggi hanya sebesar 5 persen. Artinya ini masih jauh dari ekspektasi kami sebagai buruh," jelasnya.

Hermawan menuturkan jika untuk UMP dan UMK baru akan diumumkan pada tanggal 21 hingga 30 mendatang.

"Sehingga seluruh dewan pengupahan di seluruh Indonesia saat ini masih menunggu keputusan dari kementerian pusat melalui surat edaran, yang di dalamnya berisikan formulasi perhitungan upah minimum di setiap daerah," tuturnya.

BACA JUGA:ODGJ Gelar ‘Fashion Week’ Tanpa Busana di Jalanan, Warga Pertanyakaan Kinerja Dinsos Empat Lawang?

Hermawan menambahkan, jika praktek pengupahan dibawah standar UMP dan UMK di Sumsel masih terbilang besar dengan perkiraan persentase hampir mendekati 50 persen.

"Prakter pengupahan bagi buruh ini masih tinggi, seharusnya pegawai pengawas ketenagakerjaan PPNS yang ada di disnaker dan pihak kepolisian bisa menegakkan hukum soal ini.

Pembayaran upah dibawah minimum itu kejahatan, ancaman pidananya minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun," tambahnya.

Selain itu, dirinya juga menyinggung terkait persoalan bantuan sosial (bansos) yang diperuntukan bagi buruh. Karena menurutnya hal tersebut masih perlu dievaluasi dan dikaji ulang.

BACA JUGA:Orgen Tunggal Makan Korban, Frangko Dibunuh Gegara Ini

"Kalau buruh yang mendapatkan bantuan, itukan bantuan BSU yang didata melalui BPJS, yang menjadi persoalannya saat ini implementasi dari bantuan tersebut hanya terserap tidak sampai 50 persen dari jumlah buruh yang ada di Sumsel.

Ada banyak sekali buruh yang belum tercover oleh BPJS, ini seharusnya sudah menjadi kewenangan dan tanggung jawab perusahaan," kata Hermawan.

Hermawan membeberkan, jika peserta BPJS juga tidak sepenuhnya dapat BSU dikarenakan ada beberapa kesalahan dan kelalaian pihak yang terkait.

"Jadi tidak menyelesaikan masalah dan juga bantuan itu hanya 3 bulan diberikan, setelah itu bagaimana buruh, nah ini menjadi persoalan juga. Jadi bisa dibilang nasib buruh saat ini sudah jatuh tertimpa tangga pula," bebernya.

BACA JUGA:Ini Pasal Sepele Pemicu Dua Pelajar SMP Negeri Cecar Duel Maut

Hermawan menegaskan, banyaknya persoalan yang telah disebutkan itu Pemerintah bisa lebih peka terhadap kesejahteraan buruh saat ini.

"Dengan melakukan refleksi terhadap beberapa hal, yakni konsistensi pemerintah dalam menerapkan UMP dan UMK bagi buruh.

Kemudian tetap memaksimalkan bantuan sosial bagi buruh dengan lebih merata, lalu terus berupaya meningkatkan upah bagi buruh sesuai kondisi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di daerah," tegasnya.

"Upah itu menjadi hal yang prinsip agar buruh bisa hidup dengan layak dengan upah artinya pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat sebab daya beli juga terjaga diberbagai sektor.

BACA JUGA:Satu Dekade Lebih Dipasung, Nefri Akhirnya Bebas

Kalau minat beli masyarakat turun hanya karena pendapatan maka siap-siap ancaman kemiskinan akan terjadi," lanjutnya.

Dirinya mewakili buruh di seluruh Indonesia akan terus berharap agar UU Cipta kerja dapat dicabut.

"Karena UU Ciptakerja itu sangat menyengsarakan buruh, intinya dan faktanya telah terjadi.

Upah minimum tidak ada kenaikan di tahun kemarin, tahun ini juga paling naik sedikit, PHK dimana-mana, lapangan kerja juga tidak timbul.

BACA JUGA:PPKM Level 1 Diberlakukan, Dinkes Imbau Masyarakat Tetap Patuhi Prokes

Nah jadi tidak ada dampak positif untuk rakyat, ini hanya menjadi bom waktu bagi buruh," pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: