Berbeda dengan Indonesia yang pada saat itu dijajah oleh Belanda, Timor Leste tidak dijajah oleh Belanda.
Timor Leste dijajah oleh Portugis, bahkan dulunya bernama Timor Portugis.
Dibuktikan dengan adanya perjanjian Lisabon pada 20 April 1859.
Isi perjanjian mengatur batas wilayah koloni Belanda di Hindia Belanda dan Portugal di Timor Portugis.
Saat terlepas dari penjajahan Portugis, terbentuklah sebuah gerakan yang bernama Front Revolusi Kemerdekaan Timor Leste (Fretilin).
Pada tahun 1975, Fretilin mengumumkan kemerdekaan Timor Leste dari Portugis.
9 hari berselang dari pengumuman tersebut, Indonesia menginvasi Timor Leste.
Indonesia menjadikan Bumi Lorosae sebagai provinsi ke-27 yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur.
Sampai akhirnya pada tahun 1991, terjadi peristiwa besar yang dikenal sebagai pembantaian Santa Cruz.
Tentara Indonesia menembakan 4000 tembakan ke kerumunan pelayat pro-kemerdekaan di sebuah pemakaman.
Jika ditelusuri lebih jauh, kondisi Indonesia, khususnya politik masih belum stabil ketika Provinsi Timor Leste memisahkan diri.
Dikarenakan Indonesia mengalami pergantian sistem politik dari era orde baru menjadi reformasi.
Tekanan internasional yang begitu kuat, membuat Presiden BJ Habibie menyetujui referendum yang ditawarkan PBB.
PBB turut mengawal perjanjian fererebum yang telah berlangsung pada 5 Mei 1999.
Kemudian PBB mengumumkan hasil referendum itu pada 4 September 1999.
Hasil referendum itu menunjukan sekitar 78,5 persen warga Timor Leste ingin merdeka.