TAPSEL, PALPOS.ID - Kabupaten Tapanuli Selatan yang akan bergabung dalam calon Provinsi Sumatera Tenggara pemekaran Sumatera Utara memiliki keunikan tersendiri.
Dalam sorotan gemerlap adat istiadat yang khas, masyarakat Tapanuli Selatan menegaskan dirinya sebagai percontohan tingkat toleransi beragama yang menakjubkan.
Di tengah tantangan fanatisme agama yang kadang melanda sejumlah tempat, Tapanuli Selatan mengambil langkah luar biasa dengan mengusung kerukunan sebagai pondasi utama.
BACA JUGA:Rencana Pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara, 1 Kota dan 4 Kabupaten Bergabung, Berikut Potensinya
Masyarakat Tapanuli Selatan telah menunjukkan pendekatan khusus dalam menjaga harmoni lintas agama.
Adat istiadat seperti pernikahan dan upacara pemakaman menjadi titik konvergensi di mana kebersamaan, solidaritas, dan semangat persatuan berpadu.
Contoh nyata kekompakan ini tercermin dalam penyelenggaraan adat Batak Angkola, khususnya dalam perhelatan Horja.
BACA JUGA:Potensi Mendunia Calon Provinsi Sumatera Tenggara : Membuka Horison Baru di Indonesia
Horja, merupakaan acara adat yang menghiasi puncak kejayaan dalam budaya Batak Angkola, memperlihatkan dua ragam, yaitu Horja Siriaon Dohot Siluluton.
Masing-masing varian Horja membawa arti yang berbeda, terkait dengan peristiwa pernikahan dan ajal.
Salah satu jenis Horja yang menarik adalah Horja kematian, yang dipersembahkan dalam prosesi unik dan mendalam.
Pelaksanaan Horja tak lepas dari prasyarat khusus; orang yang wafat haruslah telah memiliki cicit dari garis keturunan anak dan putri (magabe saur matua bulung).
Walaupun memerlukan biaya yang cukup besar, acara adat ini dijalani dengan penuh antusiasme dan keceriaan.
Kebersamaan dan harmoni yang tercermin dalam Horja memberikan pelajaran berharga.