Belajar dari Istisqa Nabi Musa AS dan Kaumnya

Senin 16-10-2023,10:57 WIB
Editor : Mesi

Dan akhirnya hujan pun turun..!

Nabi Musa keheranan dan bertanya, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, padahal tak seorang pun dari ummatku yang keluar untuk mengakui dosanya”. 

Allah berfirman, “Wahai Musa, dia telah bertaubat dan Aku telah menerima taubatnya, karena orang itulah Aku menahan hujan kepada kalian, dan karena dia pulalah Aku menurunkan hujan …” 

Nabi Musa berkata, “Ya Allah…Tunjukkan padaku orang itu… Tunjukkan aku mana orang itu…” 

Allah berfirman, “Wahai Musa, Aku telah menutupi ‘aibnya selama 40 tahun padahal dia bermaksiat kepada-Ku, Apakah sekarang Aku akan membuka ‘aibnya sedangkan ia telah bertaubat dan kembali kepada-Ku?!”

Pembaca yang dirahmati Allah SWT, ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari Nabi Musa dan kaumnya ini. 

Pertama, dosa dan maksiat adalah menjadi penghalang dari turunnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hambanya, termasuk disini hujan. Maka jika kita berharap agar Allah mengijabah doa, hajat dan keinginan kita, termasuk minta hujan, maka kita diperintahkan untuk banyak beristighfar dan meminta ampunan kepada Allah SWT. 

Jika di zaman Nabi Musa satu orang saja yang menjadi pendosa dan bermaksiat kepada Allah sudah menjadi penyebab turunnya hujan, bagaimana jika sekarang di zaman kita justru banyak orang yang melalukan dosa dan maksiat. 

Maka obat dan jalan keluarnya adalah kita semua harus benar-benar kembali dan bertaubat kepada Allah SWT. Taubat massal harus benar-benar dilakukan agar mendatangkan ampunan dan ridho Allah SWT.

Kedua, Allah dengan sifat rahman dan rohimnya telah selalu menutupi dosa hamba-hambanya dan akan selalu memberi pengampunan kepada mereka yang malu dan menyembunyikan ‘aib dan dosanya. 

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi SAW yang berbunyi, “Dari Salim bin Abdullah, dia berkata, Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu bercerita bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). 

Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.”

Kita lihat penyakit ummat Islam hari ini. Betapa banyaknya  yang melakukan dosa dan kemudian menceritakannya kepada orang lain. Dengan bangga dan tanpa merasa malu menceritakan perbuatan maksiatnya di media sosial, di acara-acara podcast yang kemudian ditonton oleh jutaan orang lain di seluruh dunia. 

Padahal dalam Islam kita disuruh menutupi aib-aib kita serapat-rapatnya agar kemudian menjadi pintu ampunan dari Allah SWT karena kita masih punya rasa malu atas dosa dan maksiat tersebut. 

Orang yang telah menyingkap apa yang telah Allah tutupi dari perbuatan maksiatnya. Seakan-akan, mereka itu menceritakan perbuatan maksiatnya dengan bangga dan meremehkan dosa yang telah dia lakukan itu. Mereka ini tidak bisa merasakan nikmatnya ampunan Allah yang Dia berikan kepada para hamba-Nya.

Ibnu hajar rahimahullahu dalam kitabnya Fathul Bari mengatakan bahwa barangsiapa yang berkeinginan untuk menampakkan kemaksiatan dan menceritakan perbuatan maksiat tersebut, maka dia telah menyebabkan Rabb-nya marah kepadanya, sehingga Dia tidak menutupi aibnya tersebut. 

Kategori :