Oleh: Dr. H. Abdur Razzaq, MA
*)Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang
KEMARAU panjang telah menyebabkan kekeringan di banyak tempat. Di Palembang bahkan telah menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, yang menyebabkan polusi udara yang parah dan sangat meresahkan warga.
Sholat Istisqa juga sudah dilakukan oleh ummat Islam di beberapa tempat. Berharap Allah SWT akan segera menurunkan hujan sebagai rahmat dan karunia bagi semua makhluk-Nya.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada artikel kali ini penulis ingin menyampaikan kisah dari Nabi Musa AS bersama kaumnya, ketika menghadapi kenyataan yang sama dari ujian kemarau yang panjang ini.
Ada beberapa versi dari kisah ini, baik yang ditulis oleh Ibn Qudamah dalam Kitabnya At-Tawwabeen, maupun dalam kitab Ihya ‘Ululumuddin-nya Imam al-Ghazali. Penulis ingin menyampaikan kisah berikut agar bisa menjadi renungan bagi pembaca dan kita semua.
Pada zaman Nabi Musa ‘Alaihis-Salam, Bani Israel ditimpa kemarau yang berkepanjangan. Mereka berkumpul mendatangi Nabi Musa, mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, berdoalah kepada Rabb-mu agar Dia menurunkan hujan kepada kami….!”
Maka berangkatlah Nabi Musa ‘Alaihis-Salam bersama kaumnya menuju padang yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan keadaan yang lusuh, kumuh, penuh debu, haus, dan lapar benar-benar merendahkan diri di hadapan Allah SWT.
Setelah proses berdoa selesai dan penantian yang panjang namun hujan tidak kunjung turun. Nabi Musa yang mendapat gelar kalamullah yang artinya seorang yang dapat langsung berbicara dengan Allah, bertanya kepada Allah mengapa tidak juga menurunkan hujan.
Allah-pun berfirman kepada Nabi Musa, “Wahai Musa … Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedang di antara kalian ada seorang hamba yang berma’siat kepada-Ku selama 40 tahun.
Karena sebab dialah Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian …” Maka Nabi Musa-pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun…Keluarlah ke hadapan kami, karena sebab engkaulah hujan tak kunjung turun …”
Seorang laki-laki dari ummatnya melirik ke kanan dan ke kiri, tapi tidak berani keluar untuk mengaku. Saat itu pula dia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud.
Dia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku, tapi kalau aku tidak keluar, maka hujanpun tidak akan turun…”
Maka hatinyapun gelisah, air matanya menetes, menyesali perbuatan ma’siatnya, sambil berkata lirih, “Ya Allah… aku telah berma’siat kepada-Mu selama 40 tahun. Selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada-Mu, maka terimalah taubatku …”
Tidak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awanpun bermunculan, semakin lama semakin tebal dan menghitam.