BACA JUGA:Plus Minus Suzuki New Grand Vitara : SUV Gagah dengan Desain Memukau, Pesaing Berat HRV !
“Jadi daun nanas yang dipasok ke kelompok tani tunas jaya ini berasal dari petani nanas yang ada di 5 kabupaten kota yakni Kota Prabumulih, Kabupaten Muara Enim, PALI, Ogan Ilir dan Kabupaten Banyuasin,” bebernya.
Masih kata Tuti Dwi Patmayanti, pengelolaan sektor hulu ini juga berperan menyelamatkan lingkungan dimana melalui program ini dapat mengeliminir dampak negatif dari daun nanas yang tidak bermanfaat alias menjadi sampah lalu dibakar yang menyebabkan timbulnya polusi udara (emisi).
“Melalui program Raden Mas Prabu ini, daun nanas yang tadinya dibuang dikelola menjadi serat benang daun nanas yang nantinya dikelola kembali (ditenun) menjadi kain hingga akhirnya menjadi pakaian maupun berbagai bentuk kerajinan lainnya yang memiliki nilai ekonomis,” tuturnya seraya menuturkan saat ini petani sudah mematok harga tersendiri untuk daun nanas.
BACA JUGA:Samsung Galaxy Z Fold4 5G, Generasi ke-4 HP Lipat, Lebih Ramping, dan yang Membuatnya Jadi Pilihan
“Semenjak program Raden Mas Prabu bergulir, kini daun nanas menjadi bernilai ekonomi. Saat ini daun nanas dijual oleh petani dengan harga yang cukup tinggi yakni mulai dari Rp800 hingga Rp1200 perkilogramnya,” kata perempuan berkulit hitam manis ini.
Masih kata Head Of Comrel & CID Zona 4, sejak program Raden Mas Prabu antusias masyarakat untuk membuat serat benang nanas cukup tinggi.
Ini terbukti, saat ini Kelompok Tani Tunas Jaya sudah mampu membina kelompok-kelompok masyarakat yang memproduksi daun nanas menjadi serat benang daun.
BACA JUGA:Segar dan Sehat: Manfaat Luar Biasa dari Konsumsi Ketimun untuk Kesehatan Anda
“Karena harga daun nanas mulai tinggi, kelompok tani tunas jaya akhirnya memilih membina kelompok-kelompok masyarakat agar dapat memproduksi daun nanas menjadi serat benang daun nanas.
Mereka melatih kelompok masyarakat tersebut, lalu memberikan pinjaman alat dekotikator atau mesin pembuat serat benang.
Setelah menjadi serat benang, hasilnya ditampung sepenuhnya oleh kelompok tunas jaya,” bebernya sembari mengatakan saat ini kelompok tani tunas jaya sudah bisa memproduksi 500 kilogram serat benang nanas perbulannya.
BACA JUGA:Eksplorasi Mendalam: Potensi Alam dan Sejarah Wilayah Papua Tengah Indonesia
“Sebenarnya permintaan (pesanan) ekspor 1 ton perbulannya ke PT Nextepo Singapore dan juga ke Taiwan sejak tahun 2021, namun dari target permintaan tersebut baru dapat dipenuhi sebanyak 500 kilogram perbulannya hal ini dikarenakan kurangnya pasokan daun nanas dari petani kepada kelompok binaan kita yakni kelompok tani Tunas Jaya,” imbuhnya sembari menjelaskan 3 kilogram serat nanas membutuhkan bahan daun nanas seberat 100 kilogram.
Lebih lanjut Tuti Dwi Patmayanti menjelaskan, setelah sukses melakukan pembinaan disektor hulu yakni pengelolaan daun nanas menjadi serat benang daun nanas pihaknya mulai melirik sektor hilir. Dimana sektor hilir ini yakni, memanfaatkan serat benang dari daun nanas diubah menjadi kain tenun lalu kemudian menjadi pakaian jadi (baju) ataupun barang tenun lainnya.
“Disektor hilir ini kami menggandeng rumah busana Riady sebagai binaan, kami menjajaki kerjasama dengan menjelaskan program Raden Mas Prabu. Alhamdulillah, pemilik rumah busana Riady tertarik dan mau menjadi binaan kita,” ungkap Tuti Dwi Patmayanti.