Bambu, dalam hal ini, berperan sebagai penghalang visual yang dapat menciptakan privasi dan ketenangan.
Namun, terdapat satu aspek yang perlu diperhatikan ketika menggunakan bambu dalam konteks fengshui.
Meskipun daun bambu rapat dan rimbun, embusan angin dan energi masih dapat melewati sela-sela daun tersebut.
Oleh karena itu, bambu seringkali digunakan dalam penataan fengshui eksterior, seperti di taman, untuk menciptakan aliran energi positif dan melindungi rumah dari energi negatif.
Bambu, dengan tampilan hijau alaminya, memberikan suasana yang menenangkan dan sejuk.
Dalam ruangan, bambu biasanya ditempatkan di ruang berenergi 4-1 dan 6-1 yang cocok untuk ruang belajar atau perpustakaan.
Bambu dalam konteks fengshui juga dipilih berdasarkan warnanya.
Terdapat pandangan bahwa bambu yang digunakan untuk keperluan fengshui harus berwarna kuning, bukan hijau.
Alasannya adalah bahwa rumpun bambu hijau dianggap sebagai tempat bersemayamnya setan atau energi negatif.
Ada mitos yang berkembang di Tiongkok terkait dengan bambu hijau yang menyebutkan bahwa rumpun bambu hijau merupakan tempat bersemayamnya setan.
Sebuah peribahasa terkenal di daratan China yang sering dikutip adalah "Pohon bambu berbunga, malapetaka pun tiba."
Namun, penting untuk dicatat bahwa peribahasa ini tidak ada hubungannya dengan setan, makhluk halus, atau kejadian supranatural.
Asal-usul peribahasa ini terkait dengan peristiwa alamiah yang terjadi pada tahun 1950-an di timur laut India.
Saat itu, hutan bambu mengalami pembungaan massal, yang menyebabkan bunga-bunga bambu hanyut oleh angin.
Bunga-bunga tersebut juga merupakan benih bambu.
Bibit-bibit bambu jatuh ke tanah dan tumbuh menjadi tunas bambu yang sangat disukai oleh tikus.