Pihak KMPAS juga mempertanyakan legitimasi surat kesepakatan tersebut. Mereka menduga bahwa surat tersebut dibuat secara sepihak dan tanpa melalui proses konsultasi yang memadai dengan pihak terkait, termasuk perusahaan angkutan sungai.
Dedy Irawan, seorang anggota Koalisi KMPAS, menegaskan kekhawatiran mereka terkait tindakan arogan yang dilakukan dalam penyetopan aktivitas tongkang.
BACA JUGA:Diskusi dengan Warga Desa Bukit Jaya, Musi Banyuasin, Ganjar Pranowo Bahas Soal Kesejahteraan Guru
"Hanya berbekal kesepakatan, mereka menyetop secara paksa dengan melibatkan aparat keamanan, sehingga pemilik tugbot dan pekerja merasa resah atas penyetopan sepihak yang dilakukan oleh Pemkab Muba," ujar Dedy.
Koalisi KMPAS juga mempertanyakan apakah kebijakan tersebut telah dibahas dalam rapat paripurna dan apakah telah dikonsultasikan kepada pihak terkait, termasuk PJ Gubernur Sumsel, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Mereka mendesak agar PJ Bupati Muba membatalkan surat edaran dan kesepakatan bersama tersebut serta membuka kembali alur sungai lalan untuk mengembalikan normalitas aktivitas angkutan sungai di daerah tersebut.
Madel Cubung, anggota Koalisi KMPAS, mengumumkan rencana aksi protes mereka sebagai respons terhadap kebijakan tersebut.
Mereka berencana melibatkan 100 massa dalam aksi unjuk rasa di kantor Pemkab Muba, Kantor Gubernur Sumsel, Kesyahbandaran dan Otorita Pelabuhan Boombaru (KSOP) sebagai perpanjangan tangan Kementerian Perhubungan, serta Kanwil Hukum dan HAM.