SUMATERA SELATAN, PALPOS.ID- Kebijakan pemerintah yang akan menaikkan upah buruh pada 2024, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023, bukannya disambut namun membuat buruh kecewa sehingga memprotes aturan penetapan upah tersebut.
Itu karena dalam aturan tersebut tidak disebutkan secara jelas persentase atau besaran kenaikan upah buruh.
Selain itu, tiga formula penentuan upah terbaru dari pemerintah, terutama soal komponen indeks tertentu itu rancu dan berpotensi membuat kenaikan upah minimum tidak sesuai harapan.
Para buruh menginginkan agar formula komponen indeks tertentu sebaiknya diganti dengan parameter nilai kebutuhan hidup layak (KHL) tahun berjalan.
BACA JUGA:Daconi Khotob Resmi Menjabat Direktur Utama PT Pusri
BACA JUGA:Wacana Pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara dan Pemekaran Provinsi Sumatera Utara
Terkait kekecewaan buruh ini, Pengamat Kebijakan Publik, Dr MH Thamrin MSi mengatakan, kebijakan terkait penentuan upah minimum selalu menjadi perdebatan yang kompleks.
Penentuan upah minimum mempengaruhi banyak pihak, termasuk pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
Dikatakannya, pemahaman yang berbeda tentang apa yang merupakan kebutuhan hidup layak dan bagaimana seharusnya upah minimum ditetapkan seringkali menjadi inti perdebatan.
"Terkait kebijakan yang mengaitkan kenaikan upah minimum dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu mungkin dilihat sebagai upaya untuk mengikuti perkembangan ekonomi secara lebih terukur," ujar Thamrin, Minggu (12/11).
BACA JUGA:Perjalanan Sejarah Kalimantan Barat: Dari Bakulapura hingga Provinsi Mandiri
BACA JUGA:Yamaha Gear 125 Bekas : Pilihan Terbaik dengan Harga Murah dan Fitur Unggulan
Namun lanjutnya, kebijakan semacam itu tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan riil pekerja, terutama dalam situasi dimana biaya kebutuhan pokok meningkat.
"Saya memahami kekecewaan yang dirasakan oleh para pekerja dan buruh terkait kebijakan ini. Dalam banyak kasus, kebutuhan hidup sehari-hari tidak selalu sejalan dengan indikator makro ekonomi seperti inflasi atau pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Keputusan yang tidak mempertimbangkan kenaikan biaya hidup sambung Thamrin, mungkin akan meningkatkan ketidakpuasan dan kesulitan bagi para pekerja, terutama yang berpenghasilan rendah.