BISNIS, PALPOS.ID - Samsung Galaxy Note 7 menjadi sorotan utama dalam industri perangkat mobile pada tahun 2016.
Meskipun awalnya diterima dengan antusiasme tinggi dan catatan penjualan yang luar biasa, ponsel ini segera menjadi buah bibir dan memicu kontroversi yang melibatkan masalah serius dengan baterainya.
Dikenal sebagai salah satu ponsel tercepat dalam hal penjualan, Samsung Galaxy Note 7 awalnya memperoleh popularitas karena kombinasi fitur canggih dan desain yang menarik.
BACA JUGA:Samsung Galaxy S3: Jejak Legendaris dalam Dunia Ponsel
Namun, kegembiraan ini segera menjadi kekhawatiran serius ketika berbagai laporan mulai muncul tentang beberapa unit yang meledak atau bahkan terbakar.
Kasus ini membuat gelombang kekhawatiran di kalangan konsumen dan industri. Baterai yang bocor atau terlalu panas dapat menyebabkan bahaya serius, terutama dalam situasi mobilitas seperti penggunaan ponsel di pesawat terbang.
Pada akhirnya, insiden ini mendorong otoritas penerbangan di seluruh dunia untuk melarang membawa Galaxy Note 7 di dalam pesawat.
BACA JUGA:Samsung i900 Omnia: Memori Nostalgia di Era Ponsel Canggih Pertama
Reputasi Samsung, yang telah lama memimpin pasar perangkat mobile, terguncang oleh insiden ini. Pada Oktober 2016, Samsung secara resmi mengumumkan penghentian penjualan dan produksi Galaxy Note 7.
Langkah ini diambil sebagai respons atas serangkaian insiden serius yang melibatkan keamanan pengguna.
Penghentian penjualan Galaxy Note 7 tidak hanya merugikan citra merek Samsung, tetapi juga menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
Perusahaan ini dipaksa untuk menarik jutaan unit dari pasar, dan proses pengembalian dan penggantian ponsel menjadi tugas yang kompleks dan mahal.
Samsung tidak tinggal diam di tengah krisis ini. Mereka segera memulai penyelidikan menyeluruh untuk menentukan penyebab pasti masalah baterai.
Hasilnya menunjukkan bahwa desain dan produksi baterai yang kurang matang menyebabkan bocornya bahan kimia yang sangat mudah terbakar.