
Dalam konteks ini, modalitas tidak hanya terbatas pada obat-obatan, tetapi juga melibatkan terapi tambahan non-farmakoterapi, seperti hipnoterapi, psikoterapi, akupunktur, dan rehabilitasi medik.
Kombinasi berbagai metode ini dapat meningkatkan tingkat keberhasilan berhenti merokok hingga mencapai 60-70 persen, yang lebih tinggi dibandingkan dengan terapi tunggal.
Kementerian Kesehatan juga pernah memberikan kiat dengan akronim "S.T.A.R.T." sebagai panduan bagi individu yang ingin berhenti merokok.
BACA JUGA:Begini Cara Asam Jawa Menjaga Kesehatan Jantung dan Gula Darah
BACA JUGA:Keajaiban Air Kelapa: Rahasia Menghidrasi Tubuh dan Meningkatkan Kesehatan Anda
Kiat ini melibatkan penetapan tanggal mulai berhenti, memberitahukan kepada lingkungan sehari-hari untuk mendapatkan dukungan, mengantisipasi keinginan merokok, menjauhkan rokok, dan berkonsultasi dengan layanan upaya berhenti merokok.
Upaya berhenti merokok memang merupakan perjalanan yang personal dan unik bagi setiap individu.
Penggunaan permen karet dan metode lainnya dapat menjadi strategi yang efektif, namun sebaiknya didukung dengan komitmen, motivasi, dan dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menabahkan, rokok elektronik (elektrik) tidak memenuhi syarat untuk modalitas berhenti merokok seperti tak menimbulkan risiko.
"Sebuah modalitas untuk berhenti merokok itu tidak boleh dipakai kalau dapat menyebabkan risiko baru. Faktanya di Indonesia, rokok elektronik terbukti dapat menimbulkan bahaya kesehatan meskipun enggak ada TAR-nya," kata dia.
Rokok elektrik, dikatakan Agus, terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit paru seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, pneumotoraks atau paru bocor dan kanker paru.
Selain itu, merujuk studi di luar negeri dan Indonesia, rokok elektronik juga menimbulkan ketagihan atau adiksi.
Lebih lanjut, alasan rokok elektrik tidak bisa digunakan sebagai modalitas berhenti merokok juga karena tidak memenuhi syarat harus membuat seseorang berhenti merokok konvensional.
Fakta di Indonesia menunjukkan adanya dual user atau multipengguna yakni rokok konvensional sekaligus elektrik. Agus merujuk studi peneliti dari Universitas Indonesia tahun 2019 menyebutkan sebanyak 61,5 persen mahasiswa merupakan dual user.
"Jadi, nomor satu syaratnya tidak terpenuhi, kalau dia (rokok elektronik) dipakai untuk berhenti merokok," kata Agus.
Di sisi lain, rokok elektrik tidak hanya dipakai untuk terapi withdrawal atau penarikan saja. Menurut Agus, di Indonesia, rokok elektronik bukan hanya dipakai untuk terapi withdrawal, tetapi juga digunakan terus menerus.