Meskipun optimis dengan pemulihan ekonomi pasca-COVID-19 di tahun 2023, Toyota Indonesia harus menghadapi kondisi di luar prediksi.
Krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina memberikan dampak signifikan terhadap rantai pasok global.
Dalam menghadapi tantangan ini, Toyota berfokus pada transformasi melalui pengembangan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.
Seperti hilirisasi sumber daya alam, pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik, ekonomi digital berkelanjutan, dan pengembangan ekosistem hijau.
Nandi menyatakan bahwa meskipun pencapaian ekspor kendaraan model completely built up (CBU) Toyota mengalami penurunan sekitar 3 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Perusahaan terus berupaya keras untuk menjaga pencapaian ekspor kendaraan T-brand sebanyak 11 varian, baik kendaraan dengan teknologi Internal Combustion Engine (ICE) maupun kendaraan elektrifikasi.
Upaya ini dilakukan untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor global.
Toyota Veloz dan Fortuner menjadi andalan dalam menyumbangkan performa ekspor, dengan total lebih dari 106 ribu unit kendaraan selama setahun terakhir.
Selain itu, Toyota Indonesia juga melakukan ekspor kendaraan dalam bentuk terurai (Completely Knocked Down/C KD), ekspor mesin, komponen, dan alat pendukung produksi.
Pada tahun 2024, Toyota Indonesia dihadapkan pada tahun yang menantang karena ketidakpastian ekonomi global.
Dengan Indonesia diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi yang masih positif, Toyota berkomitmen untuk berkontribusi bagi pemulihan ekonomi.
Dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai stakeholder dianggap penting dalam mencapai target kinerja ekspor Toyota.
Sektor otomotif Indonesia memiliki peran krusial dalam perekonomian nasional, menyumbang hingga 4 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
Industri ini juga menciptakan lebih dari 1,5 juta lapangan kerja, termasuk di sektor industri kecil dan menengah (IKM) pada bidang komponen.