Strata sosial keluarga yang meninggal memainkan peran penting dalam menentukan jumlah kerbau dan babi yang dikurbankan.
Semakin tinggi strata sosialnya, semakin banyak pula hewan kurban yang harus disediakan.
Upacara pemakaman Rambu Solo bisa melibatkan kurban kerbau mulai dari 8 ekor hingga 20 ekor, yang menciptakan gambaran betapa mahalnya prosesi ini.
3. Tongkonan sebagai Simbol Strata Sosial
Tidak hanya jumlah kurban yang menandakan status sosial, tetapi juga jumlah tongkonan yang dimiliki keluarga almarhum.
BACA JUGA:Pemekaran Provinsi Sulawesi Utara Membawa Provinsi Nusa Utara ke Panggung Utama
BACA JUGA:Pemekaran Sulawesi Utara Menyongsong Provinsi Nusa Utara: Sejarah Geografi dan Potensi Wilayah Baru
Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja yang disiapkan untuk menyimpan peti jenazah. Semakin banyak tongkonan, semakin tinggi strata sosial keluarga, menciptakan batasan eksklusivitas terhadap pelaksanaan Rambu Solo.
4. Perbekalan untuk Alam Baka
Selain kurban, keluarga almarhum juga diwajibkan menyediakan perbekalan bagi almarhum, yang akan ditempatkan di dalam peti jenazah.
Kain adat, tali emas dan perak, pakaian, perhiasan, serta sejumlah uang dianggap sebagai "bekal perjalanan" arwah menuju surga. Hal ini menambahkan unsur kemewahan dan keanggunan pada upacara pemakaman ini.
5. Pengawetan Jenazah Sebelum Pemakaman
Salah satu hal unik dari Rambu Solo adalah pengawetan jenazah yang tidak langsung dimakamkan setelah meninggal.
BACA JUGA:Jelajahi Keajaiban Kepulauan Sangihe: Surga yang Tenggelam di Sulawesi Utara
Jenazah dilapisi dengan formalin untuk mengawetkan badan dan disimpan di rumah hingga tiba waktunya upacara pemakaman.