NASIONAL, PALPOS.ID--Indonesia, dalam upaya memperoleh teknologi tinggi dan menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan, telah dihadapkan pada kendala akses penuh terhadap teknologi militer.
Salah satu faktor utama yang menghambat adalah kurangnya perjanjian khusus yang memungkinkan Jakarta untuk memperoleh teknologi sensitif dari Washington DC.
Namun, untuk mengatasi hal ini, diperlukan pemahaman mendalam tentang Defense Technology Security (DTS), yang menjadi kunci dalam mengamankan akses terhadap teknologi tinggi, memperoleh transfer teknologi, dan menjalankan program offset dari AS.
BACA JUGA:Kapal Selam Scorpène Evolved Sudah Sesuai Standar TNI AL yang Mampu Bermanuver Lincah di Bawah Laut
BACA JUGA:Mengubah Permainan Perang Udara: Su-30MKI India Diperkuat dengan Cat Penyerap Radar
Isu Akses Teknologi: Tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah ketidakmampuannya untuk memperoleh akses penuh terhadap teknologi KF-21 Boramae dari Korea Selatan dan F-35 dari AS.
Tanpa adanya perjanjian khusus tentang akses teknologi sensitif, Jakarta sulit untuk mendapatkan teknologi tersebut secara langsung.
Oleh karena itu, isu DTS menjadi krusial dalam menjembatani kesenjangan antara kebutuhan teknologi dan kendala diplomasi.
BACA JUGA:MiG-35 Fulcrum F Pesawat Tempur Multiperan Berkemampuan Tinggi
BACA JUGA:Ini Dia Jet Tempur Canggih Sukhoi dan Mig Rusia Miliki Kemampuan Supermanuver yang Menakjubkan
Peran AS dan Korea Selatan: AS dan Korea Selatan memiliki peran penting dalam hal ini. AS, sebagai penyedia teknologi militer utama, menempatkan persyaratan DTS dalam setiap kesepakatan senjata dengan Indonesia.
Sementara itu, Korea Selatan, melalui program offset pembelian F-35, menawarkan transfer teknologi terkait dengan KF-21 Boramae.
Namun, tanpa perjanjian akses teknologi yang jelas, Indonesia menghadapi hambatan dalam mewujudkan potensi kerjasama ini.
BACA JUGA:PT PAL dan Naval Grup Resmi Bangun 2 Kapal Selam Scorpene Evolved Full LIB