BACA JUGA:Turun Peringkat, BPS Sebut OKI Kabupaten Termiskin Nomor 5 di Sumsel
Dengan menggelar operasi pasar murah secara mendadak di lokasi yang menjadi target pengambilan sampel BPS, oknum kepala daerah berharap harga-harga barang yang diukur oleh BPS menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, sehingga angka inflasi daerah terlihat lebih terkendali.
Operasi Pasar Murah: Upaya Pengendalian atau Manipulasi?
Operasi pasar murah, yang sebenarnya merupakan kebijakan sah pemerintah untuk mengendalikan harga barang dan menjaga inflasi agar tetap terkendali, justru sering kali dimanfaatkan oleh oknum kepala daerah untuk tujuan yang berbeda.
Amalia dari BPS mengakui bahwa operasi pasar murah adalah langkah konkret pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga di wilayahnya.
Namun, bila dilakukan hanya untuk kepentingan sesaat atau mengelabui survei BPS, hal ini justru dapat merusak esensi dari kebijakan tersebut.
“Kegiatan seperti operasi pasar murah sebenarnya merupakan langkah wajar untuk menjaga stabilitas harga di daerah. Namun, jika dilakukan dengan tujuan memanipulasi data, tentu akan merusak integritas data yang dikumpulkan oleh BPS,” ujar Amalia.
Dalam konteks ini, operasi pasar murah yang dilakukan secara mendadak di lokasi pengambilan sampel survei BPS lebih tampak sebagai strategi jangka pendek untuk menurunkan angka inflasi daerah.
Padahal, tujuan sebenarnya dari operasi pasar murah adalah memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang kesulitan mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau, bukan untuk memanipulasi data inflasi.
Insentif Menggiurkan bagi Kepala Daerah
Salah satu alasan mengapa beberapa oknum kepala daerah tergiur untuk mengakali data inflasi adalah karena adanya insentif dari pemerintah pusat berupa Dana Insentif Daerah (DID).
Dana ini diberikan kepada daerah yang dinilai berhasil menjaga stabilitas inflasi dan mengendalikan harga barang-barang kebutuhan pokok di wilayahnya.
Besaran insentif ini tidak main-main, yaitu mencapai Rp 6 hingga Rp 10 miliar per daerah setiap tiga bulan.
Menurut Tito Karnavian, total anggaran yang disediakan oleh Kementerian Keuangan untuk Dana Insentif Daerah mencapai Rp 1 triliun per tahun.
Dana ini diberikan kepada daerah-daerah yang dianggap berhasil dalam menekan angka inflasi.
Dengan insentif sebesar itu, tak heran jika beberapa kepala daerah berusaha keras untuk memanipulasi data inflasi agar daerahnya terlihat sukses dalam menjaga stabilitas ekonomi.