Putusan Mahkamah Konstitusi: Dampak Besar UU Cipta Kerja Terhadap Upah Minimum dan Iklim Investasi

Rabu 06-11-2024,11:49 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Yen_har

Dalam hal PHK, MK mengembalikan hak buruh untuk menolak PHK melalui pengadilan hubungan industrial (PHI) apabila terjadi perselisihan. 

Sebelumnya, PHK seringkali dilakukan secara sepihak tanpa perundingan, namun kini buruh memiliki posisi tawar yang lebih kuat.

Implikasi Ekonomi dari Putusan MK

Menurut Aloysius Budi Santoso dari APINDO, perubahan regulasi ini memberikan dampak langsung pada iklim investasi yang dianggapnya tidak stabil. 

Sebelum adanya UU Cipta Kerja, penentuan upah minimum sering kali menjadi ajang tarik-menarik antara serikat buruh dan pengusaha setiap tahunnya, yang seringkali memicu ketidakpastian dalam sektor ketenagakerjaan.

Dengan ketidakpastian ini, lanjut Aloysius, beberapa pengusaha yang telah berinvestasi di Indonesia memilih untuk tidak melakukan ekspansi atau bahkan mempertimbangkan untuk merelokasi pabrik mereka ke negara lain. 

“Sistem pengupahan yang sekarang mengacu pada KHL akan kembali membuka peluang terjadinya adu kekuatan antara buruh dan pengusaha dalam menentukan nilai upah minimum,” tegas Aloysius.

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Tadjuddin Noer Effendi, berpendapat bahwa saran MK untuk membuat undang-undang khusus ketenagakerjaan adalah langkah yang perlu ditempuh untuk menghindari ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan antara aturan ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. 

Dengan demikian, investor akan lebih memiliki kepastian dalam hal regulasi ketenagakerjaan yang terpisah dari UU yang menyasar peningkatan investasi.

Apa Langkah Selanjutnya untuk Pemerintah?

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menggarisbawahi perlunya DPR dan pemerintah segera merumuskan undang-undang ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja. 

Langkah ini diharapkan dapat selesai dalam waktu dua tahun dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja, pengusaha, dan pakar hukum ketenagakerjaan.

Andriko Otang, Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC), menilai bahwa putusan MK ini memberikan “titik keseimbangan” antara semangat investasi dan perlindungan pekerja. 

Ia menyebut putusan ini sebagai "titik tengah" yang ideal, di mana investasi tetap berjalan namun tidak mengorbankan hak-hak pekerja. 

"UU Cipta Kerja seharusnya menjadi jembatan antara kepentingan pekerja dan kepentingan investor, bukan hanya sebagai ‘karpet merah’ bagi investor,” pungkas Andriko.

Secara keseluruhan, putusan MK ini memang membawa perubahan signifikan dalam tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia. 

Di satu sisi, buruh mendapatkan hak-hak mereka kembali, namun di sisi lain pengusaha merasa khawatir dengan implikasi dari ketidakpastian regulasi. 

Apakah pemerintah akan mampu merumuskan solusi yang mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak? Waktu yang akan menjawabnya, namun yang jelas semua mata kini tertuju pada upaya pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berimbang.

Kategori :