Dengan latar belakang ini, Rohman dianggap mampu menjangkau kelompok religius dan memperkuat citra pasangan ini sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat.
Strategi pasangan Toha-Rohman juga diperkuat oleh isu geopolitik. Haji Toha dianggap sebagai representasi warga Musi Banyuasin bagian barat, sementara Kyai Rohman mewakili bagian timur.
Kombinasi ini memberikan keseimbangan geografis yang strategis dalam meraih dukungan dari berbagai wilayah.
BACA JUGA:Putusan MK Guncang Koalisi Parpol, Pengamat : Pertarungan Politik Beralih ke Basis Elektoral
"Pemilih cenderung mencari pasangan calon yang tidak hanya menawarkan program konkret, tetapi juga memiliki ikatan emosional dan sosial dengan daerahnya.
Toha-Rohman berhasil menjawab kebutuhan ini," kata Zaenal.
Pilkada Musi Banyuasin tahun ini menghadirkan persaingan head-to-head antara dua pasangan calon.
Dalam konteks ini, pasangan Toha-Rohman diuntungkan oleh tren antipati pemilih terhadap Lucianty-Syafaruddin.
"Dalam skenario pertarungan dua pasangan calon, pemilih yang tidak menyukai salah satu pasangan cenderung langsung beralih ke kompetitornya.
Hal ini menjadi faktor krusial yang meningkatkan peluang kemenangan Toha-Rohman," jelas Zaenal.
BACA JUGA:Bawaslu OKU Ingatkan ASN Agar Tak Terlibat Politik Praktis
BACA JUGA:Airlangga Hartarto Mundur dari Ketua Umum Golkar: Spekulasi, Tekanan, dan Implikasi Politik
Tren elektabilitas ini juga memperlihatkan dinamika yang menarik. Pada survei PUSKAPI bulan Oktober 2024, Lucianty-Syafaruddin masih unggul dibandingkan Toha-Rohman.
Namun, tren tersebut berbalik menjelang hari pencoblosan, menunjukkan dampak signifikan dari isu-isu negatif yang menimpa pasangan nomor urut 1.
Bagi Lucianty-Syafaruddin, waktu yang tersisa sebelum pemungutan suara menjadi tantangan besar untuk memulihkan citra mereka.