PALPOS. ID - Pemerintah pusat mengambil langkah progresif dalam menangani kasus narkotika melalui revisi terbaru Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah perbedaan perlakuan hukum antara pengguna narkoba dan pelaku perdagangan narkotika ilegal.
Keputusan ini merupakan langkah progresif yang bertujuan mengadopsi pendekatan yang lebih humanis, serta mengurangi permasalahan overkapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).
BACA JUGA:Tim Pokja Ketahanan Pangan LPKA Kelas I Palembang Dukung Program Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan
BACA JUGA:Pusri Raih 11 Penghargaan pada Ajang Kompetisi Inovasi tingkat Nasional TKMPN 2024
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa dengan revisi ini, pengguna narkoba tidak lagi dipidana, melainkan diarahkan untuk menjalani rehabilitasi dan pembinaan.
Menurut Yusril, pengguna narkoba lebih tepat dikategorikan sebagai korban ketimbang pelaku kejahatan. Dalam konferensi pers pada Rabu, 11 Desember 2024, Yusril menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pengguna narkoba untuk pulih dan kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.
Terkait kebijakan pemerintah ini, Pengamat Hukum Sumsel, Sulyaden SH memberikan pandangannya bahwa langkah ini merupakan terobosan positif dalam penegakan hukum terkait pemberantasan tindak pidana narkoba.
BACA JUGA:Heboh Oknum Koas FK Unsri Baku Hantam Pasal Jadwal Jaga: Orang Tua Pelaku Diduga Ikut Campur
BACA JUGA:Pj Walikota Palembang Bakal Diganti, Sosok Ini Dikabarkan Jadi Penggantinya
Sulyaden menilai, perbedaan perlakuan antara pengguna narkoba dan pelaku lainnya, seperti pengedar atau bandar, adalah langkah maju yang perlu diapresiasi.
Ia menjelaskan bahwa selama ini banyak pengguna narkoba yang sebenarnya adalah korban dari peredaran narkoba, sehingga hukuman penjara seringkali tidak tepat sasaran.
"Dengan adanya pembeda antara pengguna narkoba dan pengedar dalam KUHP yang baru, penerapan hukum bisa lebih adil dan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Pengguna yang tergolong korban harus mendapatkan penanganan yang lebih manusiawi, yakni rehabilitasi, bukan dipenjara," ungkap Sulyaden.
BACA JUGA:Buat Sanitasi Aman, Perumda Tirta Musi Dorong Gunakan Layanan Sedot Lumpur Tinja Terjadwal