Selain itu kata Haekal, potensi kebingungan pemilih pun semakin besar, karena tidak semua calon memiliki kualitas atau kapasitas memadai untuk memimpin negara.
BACA JUGA:Jokowi dan Keluarga Resmi Dipecat dari PDIP: Ini Respons Wapres Gibran Rakabuming Raka
BACA JUGA:Isu Terbaru! Bambang Pacul Keluar dari PDIP: Faktanya Begini
Haekal menilai, keputusan MK tersebut memang memperluas hak politik rakyat dengan memberikan lebih banyak alternatif calon.
"Tetapi juga berisiko menciptakan pemilu yang lebih kacau jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas kampanye dan pendidikan politik," ujarnya, saat dihubungi Minggu, 4 Januari 2025.
Selain itu sambung Haekal, meskipun hal itu memberi peluang bagi calon di luar partai besar, namun rakyat harus waspada terhadap calon-calon yang hanya mengandalkan popularitas sesaat tanpa visi dan misi jelas.
Terkait konteks Pilkada, dikatakan Harkal, penerapan keputusan serupa juga bisa memperbanyak calon kepala daerah tanpa dukungan yang substansial, yang justru merugikan demokrasi lokal.
#Presidential Threshold
#Putusan MK
#Demokrasi Indonesia
#Pluralitas Politik
#Pemilu 2024
#Kualitas Politik
#Ambang Batas
#Pendidikan Politik
#Fragmentasi Suara