Calon Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan mencakup beberapa kecamatan yang mayoritas dihuni oleh masyarakat Dayak, terutama sub-suku Tidung, Murut, dan Lundayeh.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Enam Kecamatan di Gelumbang Bersiap Membentuk Kabupaten Baru
BACA JUGA:Kabupaten Gelumbang: Menanti Pemekaran Wilayah, Masyarakat Berharap Percepatan Pembangunan
Wilayah ini memiliki posisi strategis, terletak di perbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Kecamatan-kecamatan yang diusulkan masuk dalam cakupan Kabupaten BDP antara lain:
Kecamatan Sebuku (Calon ibu kota)
Kecamatan Lumbis
Kecamatan Lumbis Ogong
Kecamatan Sembakung
Kecamatan Tulin Onsoi
Kecamatan Sembakung Atulai (yang baru dimekarkan)
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Masyarakat Usul Pembentukan Kabupaten Kepulauan Taka Bonerate
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Calon Kabupaten Bone Selatan Menunggu Moratorium DOB Dicabut
Total luas wilayah yang akan dicakup oleh kabupaten ini mencapai lebih dari 15.000 km², dengan populasi diperkirakan lebih dari 80.000 jiwa.
Komposisi etnis Dayak mendominasi, disusul oleh penduduk migran dari Sulawesi Selatan dan Jawa.
Potensi Sumber Daya Alam dan Ekonomi Strategis
Wilayah calon Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, mulai dari tambang, hasil hutan, hingga potensi pertanian dan peternakan.
Sungai Sebuku dan Sungai Sembakung menjadi jalur utama transportasi sekaligus sumber penghidupan masyarakat setempat.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Usulan Pembentukan Kabupaten Bone Barat Terus Mengalir
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Calon Kabupaten Wajo Utara Terus Diperjuangkan
Di bidang pertanian, daerah ini dikenal sebagai penghasil padi ladang dan hasil kebun seperti karet dan kakao. Sementara di sektor pertambangan, banyak kawasan yang kaya akan batu bara dan emas.
Namun potensi ini belum tergarap optimal karena infrastruktur yang sangat terbatas. Jalan darat masih sulit dilalui, jaringan komunikasi minim, dan akses kesehatan serta pendidikan jauh dari harapan.
“Bayangkan, banyak anak-anak kami harus menempuh jarak berjam-jam dengan perahu atau jalan kaki hanya untuk sekolah. Sudah saatnya kami memiliki kabupaten sendiri agar pembangunan bisa menyentuh rakyat kecil,” ujar Kepala Adat Lumbis Ogong, Martinus Anan.