Salah satu argumen kuat dalam mendesak pemekaran Kabupaten BDP adalah letaknya yang strategis sebagai wilayah perbatasan langsung dengan Malaysia.
Dengan posisi ini, Bumi Dayak Perbatasan menjadi “beranda depan” Indonesia yang seharusnya diperkuat dari segi pertahanan, ekonomi, dan sosial budaya.
Belajar dari kasus Entikong di Kalimantan Barat atau Nunukan di masa lalu, banyak wilayah perbatasan yang mengalami stagnasi karena tidak mendapatkan perhatian serius.
Padahal, keberadaan warga negara Indonesia di perbatasan sangat krusial sebagai penjaga kedaulatan NKRI.
Bila Kabupaten BDP terbentuk, maka pemerintah pusat diharapkan bisa menyalurkan anggaran khusus perbatasan, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan (PPDP), secara lebih fokus dan terarah.
Namun upaya mewujudkan Kabupaten BDP tidaklah mudah.
Pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah otonomi baru (DOB) yang sudah berlangsung sejak tahun 2014.
Hal ini menjadi batu sandungan utama bagi semua aspirasi pemekaran, termasuk Bumi Dayak Perbatasan.
Meski demikian, harapan tetap menyala. Dengan semakin kuatnya desakan masyarakat sipil, tokoh adat, dan tokoh politik daerah, aspirasi ini terus disuarakan hingga ke tingkat nasional.
“Kita tidak menuntut sesuatu yang mustahil. Kami hanya ingin keadilan sosial bagi warga Dayak di perbatasan. Sudah waktunya Jakarta mendengarkan suara rakyat dari pinggiran negeri,” kata Drs. Yakobus Nyat, tokoh pemuda Dayak dari Sembakung.
Gubernur Kalimantan Utara, sejumlah anggota DPRD Kaltara, hingga pejabat Kabupaten Nunukan menyatakan dukungan terhadap pembentukan Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan.
Namun, mereka juga menegaskan bahwa semua tetap bergantung pada kebijakan pemerintah pusat.
Dalam beberapa kesempatan, para anggota DPR RI Dapil Kalimantan Utara juga turut mengangkat isu pemekaran ini dalam rapat-rapat di Senayan.
Harapannya, begitu moratorium dicabut, Kabupaten BDP bisa menjadi salah satu DOB prioritas yang disahkan.
Pemekaran Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan bukan sekadar wacana administratif.
Ini adalah bagian dari perjuangan masyarakat adat Dayak untuk mendapat pengakuan, keadilan, dan kesejahteraan di tanah leluhur mereka.