Masyarakat di Pota dan sekitarnya selama ini harus menempuh perjalanan jauh ke pusat pemerintahan di Ruteng (Manggarai) atau Borong (Manggarai Timur) untuk mendapatkan pelayanan publik.
Ketimpangan ini menjadi alasan utama lahirnya aspirasi untuk membentuk kabupaten sendiri.
Menurut tokoh masyarakat setempat, Fransiskus Ndoen, sudah sejak lama wilayah utara Manggarai merasa terpinggirkan dalam distribusi pembangunan.
"Kami bukan ingin memisahkan diri karena benci, tapi karena ingin mandiri. Kami ingin mempercepat pembangunan di kampung sendiri, kami ingin pelayanan publik hadir lebih dekat," ujarnya.
Uniknya, aspirasi ini tak hanya datang dari para elit politik lokal, tapi juga dari tokoh adat dan tokoh agama, terutama dari kalangan Gereja Katolik yang sangat berpengaruh di wilayah NTT.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Nusa Tenggara Timur: Usulan Pembentukan 14 Kabupaten dan Kota Baru Terus Bergulir
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Nusa Tenggara Timur: Usulan Pembentukan 4 Provinsi Baru Semakin Menguat
Dukungan moral dari tokoh-tokoh ini menjadi kekuatan besar yang mendorong legitimasi perjuangan.
Uskup Ruteng dalam beberapa kesempatan bahkan menyampaikan dukungan prinsip terhadap segala bentuk aspirasi pemekaran yang bertujuan meningkatkan pelayanan sosial dan kesejahteraan umat.
Pernyataan ini tentu menjadi penguatan moral yang tak bisa dianggap enteng.
Potensi Unggulan: Pariwisata Bahari Riung dan Ekonomi Rakyat
Calon Kabupaten Manggarai Utara memiliki kekayaan potensi wisata yang luar biasa.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Kalimantan Tengah: Menanti Babak Baru Usulan Pembentukan 8 Kabupaten Baru
BACA JUGA:Menuju Kabupaten Siasia: Pemekaran Wilayah Banggai Kepulauan Demi Konservasi Sulawesi Tengah