Salah satu hambatan utama adalah moratorium pemekaran daerah otonomi baru yang masih diberlakukan oleh pemerintah pusat sejak 2014.
Moratorium ini hanya memberikan pengecualian untuk DOB yang memiliki kepentingan strategis nasional, seperti daerah perbatasan atau daerah yang telah disetujui dalam Rencana Induk Penataan Daerah (RIPD).
Selain itu, tantangan internal seperti kesiapan sumber daya manusia, kemampuan keuangan daerah, dan konsolidasi politik antar pemangku kepentingan juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera disiapkan.
Usulan pemekaran ini mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk para tokoh adat, pemuda, dan tokoh perempuan.
DPRD Kabupaten Sumbawa dan DPRD Provinsi NTB juga disebut telah melakukan kajian awal dan studi banding ke beberapa daerah yang berhasil melakukan pemekaran, seperti Lombok Utara dan Bima.
“Selama semua syarat administrasi dan teknis dipenuhi, kami siap mendukung dan memperjuangkan pemekaran ini ke pusat,” ujar salah satu anggota DPRD NTB dalam sebuah rapat dengar pendapat.
Terlepas dari segala tantangan yang ada, semangat masyarakat untuk memiliki daerah otonomi sendiri patut diapresiasi.
Pemekaran Kabupaten Sumbawa Tengah diharapkan tidak sekadar menjadi pemisahan wilayah administratif, tapi juga menjadi titik tolak lahirnya model pemerintahan yang lebih inklusif, partisipatif, dan berorientasi pada kemajuan lokal.
Dengan pengelolaan yang tepat, Sumbawa Tengah bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru di Pulau Sumbawa, serta memperkuat posisi NTB sebagai provinsi yang dinamis dalam pembangunan regional.