Meski tetap eksis, pelestarian nagasari dan kue tradisional lain menghadapi tantangan serius.
Generasi muda yang lebih terbiasa dengan makanan instan dan jajanan internasional kerap mengabaikan kekayaan kuliner lokal.
Di sisi lain, ketersediaan bahan baku alami seperti daun pisang juga mulai menipis di wilayah perkotaan, sehingga memaksa beberapa produsen beralih ke plastik atau kertas pembungkus – yang tentu mengurangi keaslian rasa dan aroma.
Pemerintah dan komunitas pecinta kuliner tradisional pun mulai mengambil langkah nyata.
Program pelatihan UMKM, festival makanan tradisional, hingga kampanye kuliner lokal di sekolah-sekolah menjadi bagian dari upaya melestarikan warisan leluhur.
“Indonesia memiliki ratusan jenis kue tradisional yang perlu dijaga.
Nagasari adalah salah satu ikon penting dalam identitas kuliner kita.
Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?” kata Chef William Wongso, pakar kuliner Nusantara.
Nagasari bukan sekadar makanan ringan, tetapi juga bagian dari identitas budaya Indonesia.
Di balik kesederhanaannya, tersimpan nilai-nilai sejarah, filosofi, dan kehangatan keluarga yang turun-temurun.
Upaya pelestarian dan inovasi dalam penyajiannya menjadi kunci agar kue ini tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi terus hidup dan dinikmati oleh generasi mendatang.*