PALPOS.ID – Di tengah gempuran kuliner modern dan jajanan kekinian, keberadaan kue tradisional tetap memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia.
Salah satu kue yang masih lestari dan digemari hingga kini adalah nagasari, penganan berbahan dasar tepung beras, santan, dan pisang yang dibungkus daun pisang.
Nagasari merupakan salah satu jenis kue basah yang berasal dari budaya kuliner Jawa, namun telah menyebar luas dan dikenal hampir di seluruh pelosok Nusantara.
Teksturnya yang lembut, aroma khas dari daun pisang, serta rasa manis alami dari pisang di dalamnya menjadikan nagasari sebagai camilan favorit lintas generasi.
BACA JUGA:Urap Sayuran : Warisan Kuliner Nusantara yang Tetap Relevan di Zaman Modern
BACA JUGA:Lapa Lapa : Menyajikan Cita Rasa Tradisional yang Menggoda di Tengah Modernitas
Menurut beberapa sejarawan kuliner, nagasari telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Jawa kuno.
Nama "nagasari" sendiri diyakini berasal dari kata "naga", simbol kekuatan dan kemakmuran, serta "sari" yang berarti inti atau esensi.
Secara filosofis, kue ini menggambarkan harapan agar yang menyantapnya memperoleh kekuatan dan keberkahan.
Dalam tradisi masyarakat Jawa dan Bali, nagasari kerap hadir dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan, seperti selamatan, pernikahan, dan hari-hari besar keagamaan.
BACA JUGA:Sup Ikan Jantung Pisang, Hidangan Sehat dengan Sentuhan Tradisional yang Menggugah Selera
BACA JUGA:Kepiting Soka Asam Manis, Sensasi Gurih dan Segar yang Menggoda Selera di Meja Makan
Tidak jarang, kue ini juga menjadi bagian dari sesajen atau persembahan kepada leluhur.
Bentuknya yang sederhana namun sarat makna menjadikan nagasari sebagai simbol ketulusan dan penghormatan.
Salah satu keunggulan nagasari adalah penggunaan bahan-bahan alami tanpa bahan pengawet.