BACA JUGA:Begini Cara Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang Terkena PHK Mencairkan Saldo JHT
BACA JUGA:Volkswagen Bakal Tutup Pabrik di Jerman: Siapkan Dana 4 Miliar Euro untuk PHK Karyawan
Sayangnya, implementasi DPLK sebagai penyedia dana pesangon masih belum merata di Indonesia.
Padahal, dengan semakin meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan ancaman PHK massal, kebutuhan akan jaminan finansial makin krusial.
“Dana pensiun akan semakin efektif bila kepesertaan diperluas. Kalau banyak perusahaan ikut, maka arus kas dan investasi dari dana pensiun akan kuat dan berkelanjutan,” jelas Syarif.
Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara iuran yang masuk dengan manfaat yang dibayarkan.
Idealnya, iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan harus lebih besar dari manfaat yang dikeluarkan agar aset tetap bertumbuh.
Pentingnya Edukasi dan Insentif untuk Perusahaan
Syarif menyarankan agar pemerintah dan otoritas keuangan memberikan insentif kepada perusahaan yang menggunakan dana pensiun sebagai komponen pesangon.
Hal ini bisa mendorong adopsi lebih luas terhadap regulasi yang sudah ada.
“Edukasi kepada perusahaan penting, tapi juga harus dibarengi insentif fiskal atau perpajakan. Kalau perlu, perusahaan yang tidak menyediakan dana pensiun sebagai cadangan pesangon dikenakan penalti tertentu,” tuturnya.
Selain itu, Syarif juga mendorong agar pekerja lebih kritis terhadap hak-haknya.
“Pekerja juga harus bertanya kepada HR atau manajemen: apakah perusahaan punya program dana pensiun? Kalau tidak, berarti ada potensi risiko ketika terjadi PHK.”
Lonjakan PHK Harus Jadi Alarm Bagi Semua Pihak
Fenomena melonjaknya jumlah PHK di awal tahun 2025 seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pemangku kepentingan.
Baik pekerja, perusahaan, maupun pemerintah harus bersinergi menyiapkan mekanisme jaring pengaman sosial yang konkret.