Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM):
Masih terbatasnya aparatur pemerintahan yang memiliki kapasitas memadai menjadi tantangan dalam menjalankan roda pemerintahan baru di DOB.
Ketersediaan Anggaran:
Pemekaran wilayah memerlukan anggaran besar, baik untuk pembangunan fasilitas pemerintahan, penyediaan layanan dasar, hingga pembangunan jalan dan jembatan penghubung.
Tata Kelola dan Kepemimpinan Lokal:
Pemerintah pusat dan provinsi harus menjamin bahwa pemekaran tidak menjadi lahan baru korupsi, nepotisme, atau konflik kepentingan antar-elite lokal.
Konsolidasi Sosial dan Budaya:
Penting untuk menjaga agar pemekaran wilayah tidak menimbulkan ketegangan sosial akibat pemisahan komunitas adat atau perbedaan pandangan antar kelompok masyarakat.
Usulan pemekaran enam kabupaten ini mendapat dukungan luas dari tokoh adat, gereja, dan organisasi masyarakat sipil.
Mereka melihat DOB sebagai jalan baru untuk memperkuat eksistensi budaya lokal dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini tertinggal.
"Kami ingin pembangunan yang adil, tidak hanya untuk yang di kota. Kami setuju kalau pemerintah buat kabupaten baru, asal benar-benar untuk rakyat, bukan untuk politik," ujar Lukas Mofu, tokoh masyarakat dari wilayah Mpur.
Saat ini, usulan enam DOB tersebut telah disusun dalam bentuk naskah akademik dan telah diajukan ke Kementerian Dalam Negeri. Proses selanjutnya adalah:
Verifikasi dan kajian kelayakan oleh tim teknis Kemendagri.
Konsultasi publik dan persetujuan DPRD provinsi.
Rekomendasi Presiden dan pengesahan melalui UU oleh DPR RI.
Jika seluruh proses berjalan lancar, DOB baru ini diharapkan bisa mulai terbentuk secara administratif pada periode 2025–2027.