"Secara normatif, UU ASN sudah mengatur kesetaraan. Tapi secara implementatif, PPPK masih tertinggal jauh. Kami belum bisa menempati jabatan struktural, masih terikat sistem kontrak tahunan, bahkan jaminan pensiun dan kesehatan masih belum jelas," tambah Ekowi.
Ia juga menyoroti bahwa banyak tenaga PPPK yang telah wafat atau pensiun tanpa mendapatkan pesangon, sesuatu yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai abdi negara yang telah mengabdi selama puluhan tahun.
BACA JUGA:Honorer Prabumulih Menjerit, SK Kontrak Hanya Sampai Juni 2025, Pelantikan PPPK Ditunda Maret 2026
BACA JUGA:6 Tuntutan Honorer Kepada MenpanRB: Kecewa Keputusan Pemerintah dan Komisi II DPR RI
Bahkan, sejumlah honorer yang telah lama bekerja di instansi pemerintah sudah diberhentikan begitu saja, tanpa ada perlindungan hukum maupun kejelasan status.
Surat Edaran Tak Cukup Kuat
Eko mengkritik pendekatan pemerintah yang hanya mengandalkan surat edaran (SE) atau keputusan menteri (Kepmen) dalam menyikapi berbagai masalah teknis ASN dan PPPK.
"SE dan Kepmen itu tidak punya kekuatan hukum yang cukup kuat untuk menjamin masa depan kami. Yang dibutuhkan adalah PP turunan UU ASN yang sah, konkret, dan bisa dijadikan acuan hukum," tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa dengan diterbitkannya PP turunan UU ASN, para PPPK dapat mengetahui kejelasan soal:
BACA JUGA:Lengkapi Syarat Pemberkasan, Honorer Lulus PPPK Serbu RSUD Prabumulih
BACA JUGA:Sinkronisasi Data Kependudukan, Honorer Lulus PPPK Datangi Disdukcapil
SK PPPK hingga usia pensiun
Gaji pensiun sebagai penghargaan masa pengabdian
Peluang menduduki jabatan struktural
Penghapusan sistem kontrak tahunan atau 2-5 tahun
Kemudahan relokasi atau mutasi sesuai domisili