Keseimbangan inilah yang membuatnya berbeda dengan kari dari India atau Jepang yang lebih condong ke arah rempah atau rasa manis.
Kari hijau biasanya disajikan dengan nasi putih hangat atau khanom jeen, sejenis bihun fermentasi khas Thailand.
Kombinasi ini membuat kari hijau tak hanya cocok sebagai santapan utama, tetapi juga menjadi pilihan dalam berbagai perayaan, jamuan makan, hingga sajian di restoran kelas atas.
Di luar Thailand, kari hijau telah menjadi bagian dari kuliner fusion dan kontemporer.
Banyak restoran di Eropa dan Amerika Serikat mengadaptasi resep ini dengan bahan lokal, seperti mengganti terung Thailand dengan zucchini atau menambahkan tofu untuk versi vegetarian.
Di Indonesia sendiri, kari hijau semakin mudah ditemui, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali.
Beberapa restoran Thai autentik bahkan menawarkan kelas memasak khusus bagi pecinta kuliner yang ingin belajar membuat kari hijau dari awal.
Salah satu pengusaha kuliner, Wulan Rachmawati, yang membuka restoran Thai fusion di Jakarta Selatan, mengatakan bahwa kari hijau menjadi salah satu menu favorit pelanggannya.
"Orang Indonesia umumnya suka pedas, jadi kari hijau langsung cocok di lidah mereka. Kami juga membuat versi vegan dan bebas gluten untuk menjangkau lebih banyak konsumen," ujarnya.
Dengan popularitas yang terus meningkat, kari hijau menjadi peluang bisnis menjanjikan. Paket-paket pasta kari instan kini banyak dijual di pasar modern maupun toko daring.
Produk ini memudahkan siapa saja untuk membuat kari hijau di rumah, tanpa harus repot meracik bumbu dari nol.
Selain itu, wisata kuliner ke Thailand pun kerap memasukkan kelas memasak kari hijau dalam agenda, menunjukkan betapa hidangan ini menjadi representasi penting dari identitas kuliner nasional.
Kari hijau lebih dari sekadar makanan; ia adalah perpaduan budaya, tradisi, dan kreativitas dalam sebuah mangkuk.
Dari dapur rumah di Bangkok hingga restoran mewah di Jakarta, cita rasa kari hijau terus memikat hati dan lidah para pecinta kuliner.*