Belacan harus ditumis sampai aromanya benar-benar keluar, baru disusul santan dan bahan utama seperti udang atau ikan," ujarnya saat ditemui di dapurnya yang sibuk pada siang hari.
BACA JUGA:Wonton : Pangsit Tradisional China yang Mendunia dan Terus Berinovasi
BACA JUGA:Seblak Cobek, Sensasi Pedas Tradisional yang Kian Diminati Pecinta Kuliner
Bukan Sekadar Masakan, Tapi Warisan
Lebih dari sekadar makanan sehari-hari, Gulai Belacan memiliki nilai budaya yang tinggi.
Di kalangan masyarakat Melayu, gulai ini sering hadir dalam berbagai upacara adat, kenduri, hingga perayaan hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Menurut Dr. Azhar Rauf, seorang antropolog kuliner dari Universitas Riau, Gulai Belacan mencerminkan gaya hidup masyarakat pesisir yang akrab dengan hasil laut serta tradisi memasak yang kaya rempah.
"Gulai Belacan adalah bukti bagaimana masyarakat Melayu mengolah bahan lokal menjadi sajian yang tidak hanya lezat tapi juga menggugah rasa kebersamaan.
Dalam tradisi Melayu, makan bersama gulai ini sering kali menjadi bagian dari simbol keakraban dan gotong royong," paparnya.
Eksistensi di Era Modern
Meski dianggap sebagai masakan klasik, Gulai Belacan terus beradaptasi dengan zaman.
Beberapa restoran modern kini mengkreasikan gulai ini dengan bahan-bahan baru, seperti salmon, cumi-cumi besar, atau bahkan menu vegetarian berbasis jamur
. Di media sosial, gulai ini juga kerap tampil sebagai bagian dari promosi kuliner lokal, memperkenalkannya kepada generasi muda.
Salah satu contohnya adalah “Warung Mak Piah” di Jakarta yang mempopulerkan Gulai Belacan dalam kemasan makanan siap saji.
Menurut pemiliknya, Ina Zulkifli, banyak orang rantau rindu masakan kampung halamannya, tapi tidak sempat memasak dari nol.
"Kami buat versi praktisnya. Tapi tetap pakai belacan asli dari Bengkalis, karena itu yang bikin rasa tetap otentik," katanya.