“Dulu cuma ada rasa cokelat, tapi sekarang saya bikin juga yang rasa green tea dan red velvet.
BACA JUGA:Idul Adha Jangan Makan Daging dan Santan Berlebihan, Picu Asam Urat dan Kolesterol Tinggi
BACA JUGA:Wonton : Pangsit Tradisional China yang Mendunia dan Terus Berinovasi
Target pasar saya anak-anak muda dan keluarga muda,” kata Reza Prasetya, pemilik UMKM "Cemilan Ndeso" asal Bandung yang sudah memasarkan produknya ke seluruh Indonesia.
Ia mengaku, penjualan kuping gajah dalam kemasan 250 gram bisa mencapai 500 bungkus per bulan sejak mulai berjualan secara daring.
“Tren makanan nostalgia itu nyata banget. Banyak orang rindu rasa-rasa masa kecil, tapi ingin dikemas secara kekinian,” tambahnya.
Kebangkitan kuping gajah juga tidak lepas dari peran media sosial.
Banyak konten kreator kuliner yang membuat video tentang proses pembuatan camilan ini, termasuk tips agar motif spiral terlihat cantik.
Hashtag seperti #KupingGajah dan #JajananJadul sempat viral di TikTok dan Instagram, dengan ratusan ribu tayangan.
Salah satu konten kreator, Yuni Ramadhani (27), mengaku sengaja membuat konten memasak kuping gajah karena ingin memperkenalkan kembali jajanan yang menurutnya mulai dilupakan.
“Resep ini dari nenek saya. Waktu saya unggah videonya, ternyata banyak yang nostalgia dan minta dibuatkan versi jualnya.
Sekarang saya malah buka PO (pre-order) tiap minggu,” katanya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa makanan tradisional Indonesia masih memiliki tempat di hati masyarakat, terutama jika dibarengi dengan pendekatan pemasaran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi dan UMKM juga turut mendukung pelestarian kuliner tradisional dengan mengadakan pelatihan dan fasilitasi perizinan bagi para pelaku usaha jajanan tradisional.
Di beberapa kota, seperti Solo, Semarang, dan Malang, kuping gajah mulai masuk ke dalam daftar camilan unggulan daerah.
“Kami berharap generasi muda tidak hanya jadi penikmat, tapi juga pelaku usaha kuliner tradisional.