Dalam konteks Besemah, pemekaran menjadi strategi pelestarian budaya etnis, bahasa, dan adat istiadat yang kerap terpinggirkan dalam struktur pemerintahan induk.
Kemandirian daerah akan memperkuat otonomi kebudayaan dan ruang ekspresi sosial masyarakat adat.
Tantangan di Tengah Moratorium DOB
Meski wacana ini terus digaungkan, tantangan terbesar adalah moratorium pemekaran daerah yang masih diberlakukan oleh pemerintah pusat sejak 2014.
Tujuannya adalah untuk mengevaluasi efektivitas DOB yang sudah terbentuk sebelumnya, sekaligus menahan laju pengeluaran negara yang berlebihan.
Namun demikian, menurut sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi, pemekaran Kikim Area dan Besemah sudah memenuhi banyak indikator kelayakan, mulai dari:
Jumlah penduduk memadai
Potensi PAD yang menjanjikan
Dukungan sosial dan politik
Infrastuktur dasar telah tersedia
Langkah Strategis Daerah
Pemerintah Kabupaten Lahat bersama para tokoh masyarakat telah melakukan berbagai langkah strategis, seperti:
Penyusunan naskah akademik dan proposal pemekaran
Dialog publik dan pengumpulan dukungan masyarakat
Konsolidasi dengan DPRD Provinsi Sumsel dan anggota DPR RI
Menyampaikan aspirasi resmi ke Kementerian Dalam Negeri
Dukungan dari Tokoh dan Masyarakat
Beberapa tokoh penting yang terlibat aktif dalam perjuangan ini, antara lain:
Drs. H. Chozali Hanan, MM, tokoh inisiator Kikim Area, mantan Sekda Prabumulih
Tokoh adat Besemah yang memandang pemekaran sebagai bentuk revitalisasi budaya
DPRD Kabupaten Lahat dan perwakilan legislatif Provinsi Sumatera Selatan
Selain itu, organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, dan diaspora Kikim dan Besemah di luar daerah juga aktif mendukung lewat kampanye sosial media dan forum-forum diskusi kebangsaan.
Harapan dan Jalan ke Depan
Pemekaran Kabupaten Kikim Area dan Kabupaten Besemah bukan hanya soal pemisahan administratif, tetapi juga tentang hak atas pelayanan publik yang setara, kedaulatan ekonomi lokal, dan pengakuan identitas kultural.