Dari sudut pandang budaya, kembalinya mie lidi menjadi bukti bahwa makanan bukan sekadar kebutuhan fisik, tetapi juga menjadi medium nostalgia dan identitas kolektif.
“Camilan seperti mie lidi bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, yang mempertemukan generasi lama dan baru lewat rasa,” ujar sosiolog makanan dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Iwan Santosa.
Dengan semua perkembangan ini, mie lidi tidak hanya sekadar jajanan anak-anak sekolah yang dijual di plastik kecil seratus perak per batang.
Kini, ia telah menjelma menjadi ikon kuliner nostalgia yang dikemas secara modern, penuh inovasi, dan membuka peluang ekonomi kreatif baru bagi banyak pelaku UMKM di Indonesia.
Tidak mengherankan jika banyak prediksi menyebutkan bahwa tren mie lidi masih akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang.
Seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap makanan nostalgia dan budaya lokal, mie lidi memiliki potensi untuk menjadi produk unggulan yang tidak hanya digemari di dalam negeri, tetapi juga diekspor ke mancanegara sebagai bagian dari promosi kuliner Indonesia.