Menurut sejarawan kuliner dari Universitas Padjadjaran, Dr. Nenden Rahayu, serabi adalah contoh nyata bagaimana makanan bisa menjadi identitas budaya.
“Serabi bukan hanya makanan, tapi juga simbol tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, serabi mengalami lonjakan popularitas, terutama di kalangan anak muda.
Hal ini tidak terlepas dari peran media sosial yang memungkinkan pelaku usaha kuliner mempromosikan serabi dengan tampilan yang lebih menarik dan modern.
BACA JUGA:Dadar Gulung : Kelezatan Tradisional yang Tak Lekang oleh Waktu
BACA JUGA:Panada : Kuliner Khas Manado Yang Semakin Di Gemari Di Seluruh Nusantara
Foto-foto serabi dengan topping kekinian seperti green tea, tiramisu, hingga Nutella banyak menghiasi linimasa Instagram dan TikTok.
Salah satu contoh kesuksesan ini adalah “Serabi Kekinian Bandung”, sebuah UMKM yang dikelola oleh pasangan muda, Rina dan Dika.
Mereka memulai usahanya dari sebuah dapur kecil di daerah Dago, dan kini telah memiliki tiga cabang di Bandung dan sekitarnya.
“Kami hanya mencoba memberikan sentuhan baru pada makanan tradisional.
Ternyata responsnya sangat positif, terutama dari generasi muda yang ingin merasakan cita rasa lokal dengan gaya yang lebih modern,” ujar Rina.
Meski mulai populer kembali, pelaku usaha serabi menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal menjaga kualitas dan cita rasa tradisional di tengah inovasi.
Beberapa penggemar makanan tradisional khawatir bahwa penambahan topping modern justru mengaburkan identitas asli serabi.