Lebih jauh, Dodi menyebutkan bahwa hingga saat ini, Nadiem tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
BACA JUGA:Selamat! 544.292 Guru Honorer Lulus PPPK, Ini Kata Mendikbud Nadiem Makarim...
BACA JUGA:Agnez Mo dan Nadiem Makarim Beri Dukungan Siswa Siswi Penari yang Tuai Kritik
Padahal, penerbitan SPDP merupakan kewajiban sesuai Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015.
Ketiadaan SPDP ini dinilai membuka celah penyidikan yang sewenang-wenang tanpa pengawasan jaksa penuntut umum.
5. Tuduhan Program Tidak Jelas dan Tidak Resmi
Dasar penetapan tersangka merujuk pada Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022.
Namun, Dodi menegaskan bahwa program tersebut bukan nomenklatur resmi, tidak tercantum dalam RPJMN 2020–2024, dan juga tidak pernah menjadi kebijakan resmi Kemendikbudristek.
“Dengan demikian, tuduhan terhadap Nadiem bersifat abstrak, tidak jelas, dan melanggar haknya untuk mengetahui secara detail apa yang disangkakan,” ujarnya.
6. Status Jabatan Nadiem Tidak Sesuai Fakta
Dalam Surat Penetapan Tersangka, Nadiem disebut sebagai karyawan swasta.
Padahal, jelas-jelas pada 2019–2024 ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam kabinet pemerintahan.
Kesalahan identitas ini memperlihatkan lemahnya cermatan dalam proses hukum.
7. Nadiem Tidak Berpotensi Melarikan Diri atau Menghilangkan Barang Bukti
Terakhir, tim kuasa hukum menilai alasan penahanan terhadap Nadiem tidak sah.