Udang Selingkuh, Sensasi Kuliner Unik dari Pegunungan Papua

Rabu 22-10-2025,10:17 WIB
Reporter : Dahlia
Editor : Rhyca

PALPOS.ID - Di balik megahnya pegunungan Jayawijaya dan udara sejuk yang menyelimuti dataran tinggi Wamena, terdapat sebuah kuliner unik yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal: Udang Selingkuh.

Namanya yang nyeleneh kerap mengundang tawa dan penasaran, tetapi rasa dan keunikannya telah menjadikan hidangan ini salah satu ikon kuliner dari Papua Pegunungan.

Diberi nama "Udang Selingkuh", makanan ini sebenarnya adalah jenis udang air tawar khas Lembah Baliem yang memiliki capit besar seperti kepiting.

Penampilannya yang tak biasa inilah yang melahirkan nama unik tersebut.

BACA JUGA:Gulai Daun Singkong : Hidangan Sederhana yang Kaya Rasa dan Tradisi

BACA JUGA:Nasi Jamblang : Cita Rasa Khas Cirebon yang Tak Lekang oleh Zaman

Menurut cerita warga setempat, karena memiliki badan seperti udang namun bercapit seperti kepiting, hewan ini dianggap “berselingkuh” antara dua jenis hewan.

“Dulu masyarakat bingung, ini sebenarnya udang atau kepiting. Jadi karena bentuknya seperti hasil perselingkuhan, jadilah namanya Udang Selingkuh,” ungkap Pak Yance, seorang pedagang makanan di pasar Wamena yang sudah puluhan tahun menjual olahan udang tersebut.

Meski memiliki nama yang terkesan humoris, udang ini adalah kuliner serius dengan cita rasa tinggi dan nilai ekonomi yang menjanjikan.

Udang Selingkuh bukan sembarang udang. Ia hanya bisa ditemukan di sungai-sungai berair jernih dan dingin di sekitar Pegunungan Tengah Papua, terutama di sekitar Lembah Baliem, Wamena, dan daerah sekitarnya.

BACA JUGA:Rujak Soto : Perpaduan Kuliner Unik yang Menggugah Selera

BACA JUGA:Nasi Sumsum : Kuliner Tradisional yang Kaya Rasa dan Nutrisi

Karena hidup di perairan yang bersih dan alami, udang ini dikenal memiliki daging yang lembut, manis, dan bebas bau amis.

Menurut penuturan para nelayan lokal, udang ini tidak bisa dibudidayakan secara massal. Ia hanya bisa ditangkap secara tradisional menggunakan perangkap bambu di aliran sungai.

“Kalau airnya kotor sedikit saja, udangnya sudah tidak mau hidup. Dia sangat sensitif,” kata Marthen, seorang warga Kampung Welesi.

Inilah yang membuat Udang Selingkuh menjadi kuliner eksklusif yang tidak mudah ditemukan di luar Papua.

BACA JUGA:Nasi Timbel, Kuliner Khas Sunda yang Tetap Jadi Primadona di Tengah Gempuran Makanan Modern

BACA JUGA:Cimol Pedas, Camilan Kekinian yang Bikin Lidah Bergoyang

Di Wamena dan sekitarnya, Udang Selingkuh biasa disajikan secara sederhana: direbus atau dibakar, dan disantap bersama ubi jalar bakar dan sayur daun ubi.

Bumbu yang digunakan pun tidak neko-neko, hanya garam dan sedikit bawang, agar rasa manis alami dari daging udang tetap mendominasi.

Namun kini, sejumlah restoran di Papua maupun luar daerah mulai mengolahnya secara lebih modern.

Di Jayapura, misalnya, Udang Selingkuh bisa ditemukan dalam bentuk udang goreng tepung, udang saus Padang, hingga dimasak dengan bumbu rica-rica. Bahkan beberapa restoran di Jakarta mulai melirik potensi kuliner ini sebagai hidangan eksotik.

Chef Yohan, koki asal Jakarta yang pernah bekerja di Papua selama dua tahun, mengatakan Udang Selingkuh sangat potensial.

“Dagingnya jauh lebih manis dan tebal dibanding udang biasa. Teksturnya padat tapi lembut. Ini bahan premium,” jelasnya.

Karena sulit didapat dan tidak bisa dibudidayakan, harga Udang Selingkuh cenderung tinggi.

Di pasar tradisional Wamena, 1 kilogram bisa dibanderol antara Rp200.000 hingga Rp300.000, tergantung musim dan ketersediaan. Bila sudah diolah dan disajikan di restoran, satu porsi bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000.

Kendati demikian, harga tersebut sebanding dengan pengalaman kuliner yang ditawarkan.

Bagi wisatawan yang datang ke Papua, mencicipi Udang Selingkuh menjadi salah satu agenda wajib yang tak boleh dilewatkan.

“Saya awalnya cuma penasaran karena namanya lucu. Tapi pas nyoba, ternyata rasanya luar biasa. Saya sampai bungkus buat oleh-oleh,” kata Livia, seorang wisatawan dari Surabaya yang ditemui di Bandara Wamena.

Kehadiran Udang Selingkuh tidak hanya memperkaya khazanah kuliner Nusantara, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat lokal.

Banyak warga yang menggantungkan penghasilan dari menangkap dan menjual udang ini, baik di pasar maupun kepada restoran-restoran.

Pemerintah daerah pun mulai melirik Udang Selingkuh sebagai bagian dari promosi wisata kuliner Papua.

Dalam sejumlah festival budaya seperti Festival Lembah Baliem, Udang Selingkuh menjadi salah satu menu utama yang dipamerkan kepada wisatawan lokal dan mancanegara.

“Kalau diatur dengan baik, ini bisa jadi komoditas unggulan Papua. Tapi kita juga harus menjaga agar populasinya tidak punah,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, Ibu Lince Tabuni.

Di balik potensi besar yang dimiliki, terdapat pula tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Karena hanya bisa hidup di perairan alami, keberadaan Udang Selingkuh terancam oleh pencemaran lingkungan, pembukaan lahan, dan perubahan iklim. Belum lagi masalah overfishing yang mulai muncul seiring naiknya permintaan pasar.

Sejumlah pihak kini mulai mendorong perlunya konservasi dan pengaturan penangkapan.

“Kalau dibiarkan terus, lama-lama bisa habis. Kita harus cari cara supaya bisa panen berkelanjutan,” ujar Daniel, aktivis lingkungan dari komunitas Konservasi Papua.

Udang Selingkuh bukan sekadar makanan, tapi juga cerminan kekayaan alam dan budaya Papua yang tak ternilai.

Dengan rasa yang khas, cerita di balik namanya yang unik, dan keterkaitannya dengan masyarakat lokal, Udang Selingkuh layak menjadi primadona baru dalam peta kuliner Indonesia.

Kini tinggal bagaimana semua pihak—masyarakat, pemerintah, hingga pelaku industri—bekerja sama untuk melestarikan dan mempromosikannya secara bijak.

Kategori :