Dengan menjadi kota, pemerintah daerah dapat lebih fokus dan fleksibel dalam menyusun kebijakan, perencanaan tata ruang, serta penyediaan fasilitas publik yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan masyarakat perkotaan.
4. Identitas Budaya yang Kuat
Dengan status kota, Tenggarong akan memiliki payung hukum dan kelembagaan tersendiri untuk melestarikan budaya lokal.
Festival budaya seperti Erau, yang merupakan warisan Kesultanan Kutai, dapat dikembangkan lebih profesional dengan dukungan APBD kota sendiri, dan bukan sekadar bagian dari anggaran kabupaten.
Wilayah Cakupan: Kecamatan Tenggarong dan Tenggarong Seberang
Dalam skema pemekaran wilayah, Kecamatan Tenggarong dan Tenggarong Seberang disebut sebagai wilayah inti calon Kota Tenggarong.
Keduanya memiliki konektivitas yang baik, termasuk jembatan penghubung di atas Sungai Mahakam.
Kawasan ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan sudah menunjukkan ciri-ciri urbanisasi yang jelas.
Secara teknis, kriteria dasar pembentukan kota—seperti jumlah penduduk, pendapatan daerah, potensi ekonomi, dan kelengkapan infrastruktur—telah terpenuhi.
Kini, tinggal menunggu kajian akademis, rekomendasi DPRD, serta dukungan dari masyarakat dan elite politik di Kalimantan Timur.
Dukungan dan Tantangan
Dukungan dari Tokoh Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Beberapa tokoh adat dan masyarakat Tenggarong telah menyuarakan dukungan terhadap pemekaran ini.
Mereka menganggap status kota akan membawa dampak positif, terutama dalam hal pelestarian budaya lokal yang selama ini hanya menjadi pelengkap dalam kebijakan kabupaten yang terlalu luas cakupannya.
Pemerintah Kabupaten Kukar juga menunjukkan sinyal positif, mengingat pemekaran wilayah ini akan membuat beban kerja administratif kabupaten menjadi lebih ringan.
Dengan adanya Kota Tenggarong, Kukar dapat fokus pada pembangunan wilayah pinggiran dan pedalaman yang selama ini kurang tersentuh.
Tantangan Regulasi dan Moratorium DOB
Namun, seperti usulan pemekaran lainnya di Indonesia, proses ini menghadapi tantangan berupa moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) yang masih berlaku sejak 2014.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri masih menahan pembentukan daerah baru dengan alasan efisiensi anggaran dan konsolidasi kelembagaan.
Meskipun demikian, wacana ini tetap hidup melalui forum-forum aspirasi masyarakat dan kajian akademis yang terus dilakukan.