Kesesuaian Antara Kepemimpinan Meraje dalam Adat Semende dengan Kepemimpinan dalam Islam

Kesesuaian Antara Kepemimpinan Meraje dalam Adat Semende dengan Kepemimpinan dalam Islam

Drs M Dzulfikriddin MAg, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang---ist

Oleh: Drs M Dzulfikriddin MAg

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang

 

Wilayah Semende yang saat ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Muara Enim pernah didiami oleh suku Melayu yang seluruhnya beragama Islam. Suku yang memakai bahasa Semende ini dikenal sangat kuat dalam memegang dan menjalankan ajaran Islam.

UNTUK melihat apakah kepemimpinan Meraje dalam adat Semende berkesesuaian dan berkecocokan dengan kepemimpinan dalam Islam, penulis melakukan penelitian pada 1992.

Hasil penelitian tersebut dirangkum dalam sebuah buku berjudul Kepemimpinan Meraje dalam Masyarakat Adat Semende dan Kesesuaiannya dengan Kepemimpinan dalam Islam terbitan tahun 2001.

Dalam buku tersebut, keseluruhan responden yang penulis wawancarai menyatakan bahwa semua hal yang diatur dalam kepemimpinan Meraje cocok dan sesuai dengan ajaran Islam.

Hal itu tidak lain karena adat Semende didasarkan kepada syari'at Islam yang pelaksanaannya disesuaikan dengan sítuasi, kondisi daerah, dan masyarakat Semende sehingga dinamakan tuntunan atau aturan adat Semende.

Untuk memudahkan dalam pembahasannya, penulis membaginya dalam empat masalah pokok, yaitu masalah keluarga, masalah kemasyarakatan, masalah ibadah, dan masalah kepemimpinan.

A. Masalah Keluarga

1. Lelaki sebagai pemimpin keluarga

Menurut H Kailani seorang pemuka agama pada MTs Pajarbulan, dalam adat Semende kaum lelaki yang menjadi pemimpin dalam keluarga. Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan Meraje sebagai pemimpin Jurai.

Dengan demikian, segala sesuatu yang berkenaan dengan rumah tangga menjadi tanggung jawab suami, adapun yang berkenaan dengan Jurai menjadi tanggung jawab Meraje.

Dalam ajaran Islam telah ditentukan bahwa kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini dijelaskan dalam ayat 34 dalam surat An-Nisa. Ayat tersebut menjelaskan betapa baiknya Islam memberi aturan yang jelas antara kaum lelaki dan wanita dalam hubungan kekeluargaan.

Seorang suami sebagai pemimpin dan pelindung bagi istri dan keluarganya harus menyadari hal ini dan dapat menjadi contoh teladan serta bertanggung jawab atas keamanan dan kedamaian mereka.

2. Pelaksanaan Pernikahan

Pelaksanaan pernikahan yang bertujuan untuk membentuk ÅŸuatu rumah tangga sah dijalankan oleh masyarakat Semende berdasarkan syari’at Islam dan hukum negara yang berlaku.

Begitu pula upacara pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pokok pernikahan dalam Ä°slam. Di antaranya ialah membayar mas kawin (mahar), menikah dengan orang yang seagama, peminangan atau pelamaran, perayaan pernikahan.

3. Mendidik dan mengajarkan adab atau akhlak

Akhlak atau budi pekerti adalah suatu aturan dalam pembicaraan atau tingkah laku seseorang. Salah satu tugas Meraje dalam memimpin keluarga dan para anak belai adalah mendidik dan mengajarkan adab Semende.

Pokok-pokok akhlak atau adab Semende yang diajarkan oleh Puyang Awak, menurut KH Dahri, Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatun Nashihin Aremantai, terhimpun dalam istilan Betunam (memiliki sifat yang enam).

Pertama, Beganti yaitu sifat cepat tanggap, peka dan waspada, siap membela keluarga, tetangga dan sesama kaum muslimin dengan tenaga, harga maupun nyawa.

Sifat ini sesuai dengan ajaran Islam yang mengharuskan seseorang untuk melindungi diri dan keluarganya dari siksa neraka dan segala marabahaya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 41.

Kedua, Bepatian yaitu sifat seseorang untuk mempunyai cita dan citra luhur, hidup dalam kesalehan, senantiasa menjaga harga diri dan keluarga, bersemangat dan bekerja keras dalam mencapai kemuliaan hidup di dunia, serta beramal ibadah yang tekun untuk kebahagiaan di akhirat.

Sifat ini juga cocok dengan ajaran Islam, sebagaimana Allah menganjurkan umat-Nya untuk mencapai kebahagiaan di akhirat tanpa melupakan kenikmatan hidup di dunia seperti yang tertuang dalam surat Al Qashash ayat 77.

Ketiga, Besindat yaitu sifat seseorang yang mempunyai tata cara dan aturan dalam pembicaraan atau perbuatannya. Besindat menunjukkan tutur kata atau cara memanggil dalam lingkungan keluarga yang diiringi dengan cara bergaul yang baik.

Menurut adat Semende, ada batas-batas tertentu dalam pembicaraan atau perbuatan dalam keluarga. Antara anak dengan ayah atau ibunya, antara menantu dengan mertua atau sebaliknya, antara saudara perempuan dengan saudara laki-laki dan sebaliknya, atau antara anak-anak dengan orang dewasa.

Syariat Islam pun mengajarkan agar seseorang menghormati orang tua, saling menyayangi sesama saudara dan mengasihi yang lebih kecil. Hal ini seperti tertuang dalam surat Al Isra’ ayat 23.

Keempat, Bemalu ialah sifat mempunyai rasa malu sebagai bagian dari iman seseorang. Budaya malu wajib ada dalam seluruh gerak kehidupan. Malu apabila tidak mampu melaksanakan kewajibban, malu kalau tidak mampu membela hak, malu apabila pembicaraan atau perbuatan tidak pada tempatnya atau tidak bermanfaat, serta malu terhadap Allah dan terhadap diri sendiri jika perbuatan bertentangan dengan hukum syara' dan norma -norma adat.

Tentang malu ini, Rasulullah SAW menyatakannya sebagai salah satu cabang iman yang enam puluh. Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Iman itu ada lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah salah satu cabang iman” (Hamidy 1983: 16)

Kelima, Besingkuh yaitu adab dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam pembicaraan ataupun dalam cara bertindak laku, baik dalam keluarga sendiri maupun dengan masyarakat luar.

Guna singkuh ini adalah untuk saling menghormati harkat dan martabat serta harga diri antara laki- laki dan perempuan. Dengan adanya singkuh maka perbuatan yang mengarah kepada yang tidak baik atau pergaulan bebas antar muda-mudi dapat dihindarkan, karena sangat dilarang oleh syari'at Islam dan aturan adat Semende.

Sebagaimana dimaklumi bahwa pergaulan di kalangan muda-mudi dapat mengarah zina. Padahal Allah sangat melarang mendekati zina, apalagi melakukannya. Q. S.  Isra' ayat 32 dengan tegas menyebutkan: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu pekerjaan yang keji dan suatu jalan yang buruk”

Keenam, Besundi yaitu sifat watak budi yang lebih tinggi tingkatannya dari Besingkuh, yakni dalam keteladanan orang tua, pemimpin agama, pemuka adat dan tokoh masyarakat. Semua itu terwujud dalam sikap memberi tauladan yang baik, langsung mendidik amar ma 'ruf dan nahi unkar kepada generasi muda dan para anak bela i.

Dalam Q. S. Al-Hajj ayat 41 menyatakan bahwa orang yang diteguhkan kedudukannya sebagai pemimpin di muka bumi haruslah menyuruh berbuat yang ma' ruf dan mencegah yang munkar.

4. Mencegah perselisihan antara anggota keluarga

Dikatakan BM Hijazi, pemuka adat desa Pajarbulan, kalau perselisihan itu sudah agak besar dan rurnit maka menjadi kewajiban dan tanggung jawab Meraje selaku pemimpun Jurai untuk turun tangan menyelesaikannya.

Untuk itu, Meraje mengadakan rapat keluarga guna mendengarkan sebab musabab perselisihan atau keributan keluarga itu dan kemudian mendamaikan ataupun memberikan hukuman kepada yang bersalah sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku.

Kewajiban Meraje untuk mewujudkan perdamaian dan menghindari perselisihan antara sesama muslim, apalagi dalam lingkungan keluarga sendiri menurut Syekh Mahmud Syalthut adalah salah satu kewajiban umum yang harus dipikul.

Allah SWT berfirman dalam QS Al Hujarat ayat 10 yaitu "Sesungguhnya orang-orang mu 'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.

B. Masalah Kemasyarakatan

1. Menganjurkan gotong royong

Dalam istilah Semende, istilah gotong royong disebut dengan Bebiye. Banyak pekerjaan yang biasanya dilaksanakan secara bergotong royong oleh masyarakat Semende. Menurut Tirasudin, pemuka adat Desa Tanjung Raya, pekerjaan tersebut diantaranya mengerjakan sawah, membuat saluran air untuk persawahan penduduk, membuat dan memelihara tebat pemandian umum, bila ada warga yang mengadakan hajatan serta bila ada warga yang mendapat musibah kematian.

Kegotong royongan atau tolong menolong dalam kebaikan dan saling memperingati dalam hal berbuat dosa adalah salah satu syari’at Islam yang dinyatakan Allah SWT dalam QS Al Maidah ayat 2 yaitu “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa atau pelanggaran”.

2. Menengahi perselisihan keluarga dengan pihak luar

Dalam masyarakat Semende jarang terjadi perselisihan antara anggota satu keluarga dengan anggota keluarga lain. Kalaupun terjadi, hanya sesekali yang disebabkan oleh perkelahian anak-anak mereka.

Apabila hal ini terjadi, Ali Imron seorang tokoh agama dan guru MTs Pajarbulan mengatakan, maka adalah kewajiban Meraje untuk menyelesaikan perselisihan antar keluarga itu.

Rasulullah SAW memerintahkan agar kaum muslimin hidup rukun dan saling tolong menolong sebagaimana Rasulullah SAW  bersabda “Seorang muslim adalah saudara bagi orang muslim yang lainnya, ia tidak boleh menzaliminya, enggan membelanya, mendustai, dan menghinanya. Takwa itu ada di sini. (Beliau sambil menunjuk ke dadanya tiga kali). Adalah suatu kejahatan bagi seseorang yang menghina saudara muslimnya. Seorang muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya ".

3. Pembagian hewan kurban

Menurut HM Yusuf Abdullah BA Ketua MUI Kabupaten Muara Enim dan Sesepuh masyarakat Semende di Muara Enim, daging dari hewan kurban itu dibagikan kepada sanak keluarga, pemuka desa, tokoh agama, para tetangga, dan masyarakat desa dengan tujuan agar mereka ikut menikmati dan mendoakan arwah nenek moyang serta keselamatan dan kebahagiaan keluarga yang melaksanakan upacara mbajii.

Menyembelih hewan kurban dalam upacara mbajii itu dilaksanakan sesuai dengan cara yang diatur dalam syari'at Islam. Hal ini sesuai dengan firmn Allah QS Al Kautsar ayat 2 yaitu “Maka dirikanlh shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah”.

C. Masalah Ibadah

1. Pelaksanaan shalat lima waktu

Melaksanakan shalat adalah kewajiban muslim yang dilakukan sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari semalam. Shalat merupakan tiang agama yang berarti bila seseorang melaksanakan shalat berarti telah berjuang menegakkan agama. Dan bila meninggalkan shalat berarti telah menghancurkan agama.

Sebagai pemimpin yang harus mempertanggungjawabkan dan menjaga para anak belainya dari siksa neraka, para Meraje  harus senantiasa mengajak, memerintahkan dan mengawasi mereka agar senantiasa melaksanakan shalat lima waktu.

2. Pelaksanaan shalat Jumat

Perintah melaksanakan shalat Jumat termaktub dalam surat Al Jumuah ayat 9 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

3. Pelaksanaan puasa Ramadhan

Dalam masyarakat Semende salah seorang yang wajib memerintah dan mengawasi pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan adalah Meraje. Apabila telah datang waktu makan sahur, sering kali Meraje datang ke rumah tunggu tubang untuk membangunkan mereka agar berpuasa keesokan harinya.

4. Pelaksanaan ibadah Kurban.

Pelaksanaan ibadah kurban dalam masyarakat Semende sudah mentradisi. Minimal setiap keluarga berkurban sekali dalam hidupnya berupa seekor kerbau atau sapi. Biasanya para Meraje lah yang memerintahkan agar tunggu tubang menyiapkan dan melaksanakan ibadah kurban ini di rumah tungguan tunggu tubang.

D. Masalah Kepemimpinan

1. Selalu bermusyarawah dalam mengambil keputusan

Islam meletakkan permusyawaratan dan pertukaran pikiran sebagai dasar untuk menyusun dan mengatur masyarakat di bawah pimpinan yang dipilih dan disepakati bersama agar dipatuhi dan ditaati. Segala tindakan yang akan diambil harus ditentukan oleh keputusan musyawarah.

Islam menetapkan permusyawaratan dijadikan satu urusan kaum muslimin yang penting dalam perkembangan mereka. Firman Allah dalam QS As Syura ayat 38 menyatakan: “Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka”.

2. Pertanggungjawaban kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu amanah besar yang harus dilaksanakan oleh setiap yang memikulnya dan harus dipertanggungjawabkan, baik kepada mereka yang dipimpin apalagi kepada Allah SWT.

Pelaksanaan upacara mbajii yang merupakan peralihan kepemimpinan dari Meraje lama kepada calon Meraje mengandung unsur pertanggungjawaban ini.

Demikianlah uraian singkat tentang kepemimpinan Meraje dalam masyarakat adat Semende dan kecocokan atau kesesuaiannya dengan kepemimpinan dalam Islam.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: