Kejari OKU Kembali Lakukan Restorative Juctice

Kejari OKU Kembali Lakukan Restorative Juctice

Ekspose kasus yang digelar di kantor Kejati Sumsel. Foto: Istimewa--

BATURAJA, PALPOS.ID - Kejakasaan Negeri (Kejari) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) kembali menyelesaikan perkara penganiayaan secara Rertorative Justice. Hal itu setelah Kepala Kejari OKU, Choirun parapat SH MH didampingi Kasi Pidum, Erick Eko Bagus Mudigdho SH MH melakukan ekspose perkara secara virtual bersama JAMPIDUM Kejagung RI.

Ekspose kasus ini digelar di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel yang dipimpin langsung oleh Kajati Sumsel Dr Yulianto SH MH, Aspidum Kejati Sumsel, para Koordinator Kejati Sumsel, serta PLH Kasi Oharda, Kamis (23/11/2023).

“Dalam ekspose perkara yang dipimpin Bapak Kajati secara virtual dengan Jampidum, kita mengajukan permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan Keadilan Restorative justice yaitu Perkara Penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan tersangka Novianti yang melakukan penganiayaan terhadap korban Nur’aini,” kata Kajari saat dibincangi Sabtu (25/11/2023).

Dijelaskan Kajari, peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada Minggu (23/4/2023), dimana saat itu korban Nur’aini mampir ke warung milik suaminya Herizal Zulkifli. Namun saat itu korban melihat tersangka Novianti yang merupakan istri sirih dari Herizal Zulkifli ada di dalam warung tersebut. “Terjadi cekcok mulut antara korban dan tersangka,” tuturnya.

Tersangka yang merasa emosi dengan perkataan dari korban lanjut Kajari, kemudian melemparkan satu buah kerat (tempat penyimpanan botol minuman Coca Cola ) sehingga mengenai paha sebelah kiri korban. “Tak hanya itu, tersangka juga mengambil ember kosong dan melemparkannya kearah korban hingga terjatuh dan mengalami luka lecet pada bagian wajah,” terangnya.

Menurut Kajari, dalam pemaparan/ekspose perkara itu dihadapan JAMPIDUM telah menyetujui untuk melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative. “Dasar pengajuan RJ adalah adanya perdamaian antara pelaku dan korban, serta tersangka baru pertama kali dan adanya dukungan dari masyarakat melalui lurah setempat,” jelasnya.

Dikatakan Kajari, penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. “Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah. Meskipun demikian, perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: