Revisi UU Pilkada oleh DPR: MenkumHAM Supratman Andi Agtas Tegaskan Bukan Pembangkangan terhadap Konstitusi

Wamendagri Soroti Kekurangan Pilkada Serentak: Minim Pengawasan dan Isu Lokal Terabaikan.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id
Dalam pandangannya, revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR berpotensi melanggar prinsip konstitusionalitas.
BACA JUGA:Pilkada DKI Jakarta 2024: Kemunculan Duet Anies-Rano Karno Saingi Ridwan Kamil
"Jika KPU memilih untuk mengikuti revisi UU Pilkada, maka itu bisa dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi. Saya kira ini semua sudah menjadi semacam dagelan, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," ujar Bivitri, yang juga pendiri Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Polemik Revisi UU Pilkada dan Keberlanjutan Demokrasi
Polemik mengenai revisi UU Pilkada ini tidak hanya berkutat pada aspek hukum, tetapi juga menyentuh esensi keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
Kritik keras datang dari berbagai pihak yang khawatir bahwa perubahan ini dapat merusak mekanisme demokrasi yang telah diatur dengan jelas dalam konstitusi.
Polemik ini bermula ketika DPR memutuskan untuk merevisi UU Pilkada pasca putusan MK yang menetapkan batas usia minimal calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan.
Putusan ini sebenarnya bertujuan untuk memperketat proses seleksi calon kepala daerah agar lebih berkualitas.
Namun, langkah DPR yang justru merevisi UU tersebut dianggap oleh sebagian pihak sebagai upaya untuk mengakomodasi kepentingan politik tertentu.
Bivitri Susanti: Revisi UU Pilkada sebagai Pembangkangan Konstitusi
Bivitri Susanti secara tegas menyatakan bahwa revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.
Ia menegaskan bahwa putusan MK seharusnya dihormati dan diikuti oleh semua pihak, termasuk DPR dan KPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: