Menghadapi Gelombang Kecerdasan Buatan: Tantangan dan Peluang Bagi Media di Era Digital

Menghadapi Gelombang Kecerdasan Buatan: Tantangan dan Peluang Bagi Media di Era Digital

Menghadapi Gelombang Kecerdasan Buatan: Tantangan dan Peluang Bagi Media di Era Digital.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

Selain itu, AI juga memiliki potensi untuk menghilangkan hak penerbit atas konten yang mereka produksi. 

Banyak konten yang dihasilkan oleh AI sering kali tidak mencantumkan sumber asli dari media yang dikutip. 

BACA JUGA:AMSI Diskusi Terbuka: Antara Keterlambatan Publisher's Right dan Tantangan AI bagi Media Indonesia

BACA JUGA:Sosialisasi Bawaslu Sumsel dan AMSI: Peran Jurnalis dalam Menangkal Hoaks pada Pemilu 2024

Andy mencontohkan survei yang dilakukan oleh Kompas, yang sering kali dikutip oleh media lain dengan menyebutkan sumbernya, yakni Kompas. 

Namun, AI seperti ChatGPT belum tentu menyebutkan sumber dari konten yang ditampilkannya. 

Padahal, riset tersebut memerlukan investasi yang tidak sedikit, dengan biaya yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Ini menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh media di era AI. 

Bagaimana media dapat mempertahankan hak atas konten mereka di tengah gempuran teknologi yang semakin canggih? Ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga masalah bisnis yang berdampak langsung pada keberlanjutan perusahaan media.

Regulasi yang Mendukung Kelangsungan Hidup Media

Menanggapi isu-isu yang dihadapi oleh perusahaan media di era AI, Irene Jay Liu, Director AI Emerging Tech and Regulation di The International Fund for Public Interest Media (IFPIM), menekankan pentingnya regulasi yang mendukung kelangsungan hidup penerbit. 

Irene menjelaskan bahwa regulasi tersebut harus mencakup berbagai aspek, mulai dari privasi, perlindungan penerbit, hingga aturan hak cipta.

Irene menggarisbawahi pentingnya regulasi yang memungkinkan publisher untuk melindungi hak-hak mereka atas konten yang dihasilkan. 

Dia menyebutkan contoh beberapa regulasi di negara maju yang telah memungkinkan pengguna untuk menolak pemrosesan informasi pribadi. 

"Gugatan hukum di AS dan tindakan regulasi di Eropa memungkinkan pengguna untuk menolak pemrosesan informasi pribadi. Di beberapa yurisdiksi, regulator di Uni Eropa telah mengambil tindakan di bawah GDPR (General Data Protection Regulation)," jelas Irene.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: