Sidang Gugatan Warga Terkait Karhutla Masuki Tahap Kesimpulan, Kuasa Hukum Tanggapi Sejumlah Kejanggalan

Sidang Gugatan Warga Terkait Karhutla Masuki Tahap Kesimpulan, Kuasa Hukum Tanggapi Sejumlah Kejanggalan

Sidang Gugatan Warga Terkait Karhutla Masuki Tahap Kesimpulan, Kuasa Hukum Tanggapi Sejumlah Kejanggalan-Foto:dokumen palpos-

Kami khawatir gugatan ini semata-mata untuk menjatuhkan reputasi klien kami yang dapat mengganggu operasional, dengan berkedok lingkungan hidup untuk mencari simpati publik,” pungkas Armand.

Pendapat Ahli dan Saksi Persidangan

BACA JUGA:Kanwil Kemenkum Sumsel Hadiri Ekspos Kinerja DJKI: Satu Dekade Pelindungan Kekayaan Intelektual

BACA JUGA:Dukung Sumsel Maju Terus Untuk Semua, Konsulat AS Puji Program GSMP dan UHC Berjalan Dengan Baik di Sumsel

Dalam persidangan, Ahli Hukum Perdata, Sutoyo, SH., M.Hum, turut memberikan keterangan sebagai ahli hukum perdata.

Ia menegaskan bahwa gugatan semestinya dirinci secara jelas mengenai sumber asap, pihak yang menyebabkan asap, dan keterkaitannya dengan kerugian yang dialami.

Menurutnya, gugatan yang hanya berdasarkan teori dan asumsi tanpa bukti konkret tidak memenuhi syarat hukum.

Sementara itu, H. Iriansyah, mantan Kepala BPBD Sumatera Selatan, memaparkan bahwa kebakaran pada tahun-tahun tersebut banyak dipengaruhi oleh fenomena El Niño yang menyebabkan kekeringan ekstrem.

Ia menambahkan bahwa kebiasaan masyarakat membuka lahan dengan cara membakar juga menjadi faktor utama terjadinya karhutla, mengingat 60–70% masyarakat di Sumsel berprofesi sebagai petani dan pekebun.

“Perusahaan seperti PT BMH, BAP, dan SBAWI telah memiliki sarana lengkap untuk pemadaman karhutla dan bahkan turut membantu pemerintah, termasuk dalam pengadaan helikopter water bombing,” ungkap Iriansyah.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ahli Klimatologi dan Meteorologi Dr. Idung Risdiyanto yang menyebut bahwa El Niño berperan signifikan dalam peningkatan risiko karhutla dalam periode tersebut.

Pertanyakan Motif dan Kepatuhan Prosedural

Kuasa hukum perusahaan juga menyoroti perubahan jumlah penggugat dari semula 12 orang menjadi 11 orang setelah salah satu penggugat mencabut kuasa hukumnya.

Selain itu, selama proses mediasi, kehadiran ke-11 penggugat tidak pernah dipenuhi oleh tim kuasa hukum PADEK, meskipun kehadiran tersebut diwajibkan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Mediasi.

“Jika benar untuk kepentingan masyarakat, seharusnya para penggugat hadir dan berdialog.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: