Pusat pertahanan terkuat Belanda berada di Benteng Kuto Besak (BKB), Rumah Sakit Charitas dan Bagus Kuning Plaju.
Sedangkan kekuatan pejuang Palembang tersebar di setiap tempat-tempat pertahanan Belanda. Pada hari pertama, setelah insiden penembakan di Jalan Tengkuruk, para pejuang Palembang menyerbu dan mengepung pasukan Belanda yang bertahan di semua sektor yang telah mereka kuasai sebelumnya.
BACA JUGA:Ini 10 Fakta Sejarah Polda Sumsel, Nomor 4 Bikin Terkejut
Pertempuran berakhir hingga pukul 5 sore. Menjelang malam, pasukan Belanda kembali menggempur menggunakan senjata lapis baja yang mengakibatkan beberapa tempat strategis dikuasai oleh Belanda seperti, kantor telegrap, kantor residen, kantor walikota, dan kantor pos.
Pada hari kedua dan ketiga, Belanda kembali menyerbu pusat pertahanan tentara dan para pejuang di area Masjid Agung Palembang. Namun berhasil dihalau oleh Pasukan Batalyon Geni bersama sejumlah tokoh masyarakat.
Dari arah Talang Betutu, pasukan bantuan Belanda yang hendak bergabung ke Masjid Agung, berhasil disergap oleh pejuang Palembang, yang dipimpin Lettu Wahid Luddien.
Pertempuran terus berlanjut dengan menyisakan kehancuran sebagian besar Kota Palembang. Pada hari keempat, bala bantuan untuk pejuang Palembang tiba dari Lampung, di bawah komando Mayor Noerdin Pandji, dan dari Lahat, dipimpin oleh Letjen Harun Sohar.
BACA JUGA:Asyik, 2023 Program Prakerja Lanjut Lagi. Jangan Lewat, Ada 1 Juta Orang yang Akan Menerima
Menjelang hari kelima pertempuran, setelah kekurangan pasokan logistik dan amunisi, kedua belah pihak mengadakan pertemuan antar pimpinan sipil dan militer. Mereka yang memutuskan untuk melakukan gencatan senjata.
Beberapa tokoh penting yang memimpin jalannya pertempuran dari pihak tentara dan pejuang Indonesia. Diantaranya adalah Kolonel Maludin Simbolon, Letnan Kolonel Bambang Utoyo, Mayor Rasyad Nawawi, dan Kapten Alamsyah.
Sebelum terjadinya perang lima hari lima malam di Kota Palembang, pada tanggal 12 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Carmichael, mendarat di Palembang bersama pasukan NICA
Pada mulanya, pasukan Sekutu dan Belanda di Palembang diberi lokasi Kamp Talang Semut. Mereka boleh menggunakan jalan raya sepanjang jalur kamp tersebut hingga ke Pelabuhan Boom Baru.
BACA JUGA:Honorer Sumringah! BKN Buka Seleksi PPPK Teknis 2022 Mulai Hari Ini, Lihat Jadwal Lengkapnya...
Namun, lokasi yang telah diberikan kemudian meluas dengan semakin banyaknya pasukan dan senjata yang didatangkan ke Palembang.
Tentara Belanda mulai melakukan provokasi, bahkan mereka menggeledah rumah warga yang dicurigai menyimpan senjata. Hal ini menimbulkan ketegangan antara kaum pemuda di Palembang dengan tentara NICA .
Kekuatan Sekutu dan Belanda di Palembang semakin bertambah, hingga mencapai dua batalyon pada Maret 1946.