Namun, seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat umum pun kini diperkenankan untuk mengenakan kain tersebut.
Biasanya, kain tenun Tajung dan Blongsong akan mudah dijumpai pada acara adat Palembang.
Seperti cukuran anak, tunangan, dan pesta perkawinan.
Kain Tajung memiliki suasana warna yang cerah dengan motif yang beragam.
Kain Tajung biasanya merupakan kombinasi dari motif garis yang membentuk kotak-kotak (Gebeng) dan ornamen geometris yang dihasilkan dari proses limar atau pemelintiran benang.
Perbedaan utama antara kain Tajung dengan songket terletak pada benang tenun yang digunakan.
Songket menggunakan benang emas, sedangkan Tajung benang sutra biasa.
Untuk satu motif kain Tajung membutuhkan minimal 3.600 helai susunan benang sutra atau katun.
Berbeda dengan tenun ikat yang motifnya dibuat dengan pola tertentu yang kemudian diikat dan dicelup ke dalam pewarna berulang kali.
Proses penyusunan motif dan pewarnaan dalam kain Tajung dilakukan dengan teknik pelintir atau limar.
Untuk proses pewarnaan, pengeringan, dan penyusunan motif dapat memakan waktu selama kurang lebih 25 hari hingga satu bulan.
Sedangkan proses penenunan kain dapat menghabiskan sekitar 1-3 hari untuk kain sepanjang 2 meter.
Kini, kain tenun Tajung telah menembus pasar internasional.
Produk kain tenun Tajung sering kali diekspor ke negara Malaysia, Brunei Darussalam, Jepang, dan Belanda.
Meski pasarnya mulai meluas, namun jumlah pengrajin kain tenun Tajung relatif lebih sedikit dibandingkan Songket maupun Jumputan.
Tidak salah Ketua TP PKK Sumsel, Hj. Feby Herman Deru menggandeng desiner nasional untuk lebih memperkenalkan kain Tajung.