Pilkada DKI Jakarta 2024: Protes Anies Baswedan dan Kejanggalan Verifikasi Dukungan Paslon Dharma-Kun

Jumat 16-08-2024,18:54 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Yen_har

Situasi ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).

BACA JUGA:6 Parpol Besar di OKI Siap Menangkan Pasangan Muri Pada Pilkada 2024, Ini Alasannya!

BACA JUGA:Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum Golkar: Arah Dukungan Partai Beringin Dalam Pilkada Bisa Berubah

Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar, menilai bahwa terdapat banyak kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta.

"Terdapat kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta terhadap syarat pencalonan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana," ujar Wahyudi dalam keterangannya.

Wahyudi menegaskan bahwa KPU, sebagai pengendali data dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon), seharusnya memastikan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi data yang dikelola. 

Namun, banyaknya kasus pencatutan data ini menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam pengelolaan dan verifikasi data oleh KPU.

BACA JUGA:KPU Prabumulih Tetapkan DPS Pilkada 2024, Ini Jumlahnya

BACA JUGA:Jelang Pendaftaran Pilkada Prabumulih 2024: H. Mat Amin Siapkan Surat Keterangan Tidak Pailit

Ketentuan Hukum yang Dilanggar

Menurut Wahyudi, pencatutan data KTP ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). 

Pemrosesan KTP elektronik untuk tujuan pencalonan seharusnya didasarkan pada persetujuan yang sah dan eksplisit dari pemilik data. 

Tanpa persetujuan ini, penggunaan data pribadi untuk dukungan politik adalah ilegal dan dapat dikenakan sanksi pidana.

"Ketentuan Pasal 65 Ayat 1 UU PDP menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak 5 miliar rupiah," jelas Wahyudi.

Selain itu, Pasal 95 UU Administrasi Kependudukan mengatur larangan tanpa hak mengakses database kependudukan, yang diancam pidana penjara 2 tahun dan denda 25 juta rupiah.

Kasus Kebocoran Data

Kategori :