Ia juga menambahkan bahwa meskipun data yang diperlihatkan kebanyakan berasal dari pejabat publik, seperti presiden dan menteri, potensi kebocoran data ini juga dapat menimpa masyarakat Indonesia secara luas.
Risiko Serius Kebocoran Data Pribadi dan Keuangan
Wahyudi Djafar menekankan bahwa kebocoran data ini mengandung risiko serius, terutama terkait NIK dan NPWP.
BACA JUGA:Warga OKU Diimbau Manfaatkan Program Pemutihan Pajak Sebaik-baiknya
BACA JUGA:Samsat OKI Mulai Diserbu Wajib Pajak, Progam Pemutihan Disambut Antusias Masyarakat
"NIK menjadi akses utama untuk berbagai layanan, termasuk perpajakan. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, risiko eksploitasi sangat tinggi," jelasnya.
Selain itu, dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) Indonesia, data keuangan pribadi, seperti NPWP, masuk ke dalam kategori data sensitif.
Menurut Wahyudi, insiden kebocoran ini menunjukkan risiko yang signifikan bagi pemilik data, terutama terkait kemungkinan penyalahgunaan informasi keuangan mereka.
“Risiko bagi subjek data akan sangat besar jika data mereka dieksploitasi. Data-data ini bisa digunakan untuk berbagai kejahatan, seperti pencurian identitas atau penipuan,” tambahnya.
BACA JUGA:Samsat OKU Bentuk Tiga Tim Penagihan Pajak Kendaraan Bermotor
BACA JUGA:Setor Pajak Hingga Rp52,39 Triliun, Dirjen Pajak Apresiasi Kontribusi Besar PLN Pada Negara
Kebutuhan Akan Investigasi dan Penanganan Serius
Elsam menilai, kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia terkait kepatuhan pengendali data terhadap Undang-Undang PDP.
Pemerintah diharapkan segera melakukan investigasi menyeluruh atas kebocoran ini dan mengambil langkah tegas untuk melindungi data masyarakat.
“Insiden ini harus segera diinvestigasi oleh otoritas terkait. Pemerintah juga perlu menunjukkan keseriusan dalam menangani insiden kebocoran data, mengingat ini bukan pertama kalinya terjadi,” tegas Wahyudi.
Konsultan Siber Tegaskan Kebocoran Data Pejabat Tinggi