"Artinya, meski ada produk yang bernama 'wine' atau 'beer,' hal ini bukan berarti produk tersebut mengandung bahan haram atau alkohol. Nama tersebut hanyalah istilah yang digunakan oleh produsen, dan produk-produk tersebut tetap terjamin kehalalannya karena telah melalui pengawasan ketat dan sesuai dengan mekanisme sertifikasi yang berlaku," tambah Mamat.
Data Sertifikasi Produk Kontroversial
Dalam sistem Sihalal, tercatat bahwa sebanyak 61 produk dengan nama "wine" telah menerima sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, sedangkan 53 produk serupa mendapatkan sertifikat melalui Komite Fatwa Produk Halal.
BACA JUGA: BSI Terima Kunjungan Kehormatan Vice Grand Syekh Al-Azhar, Sertifikasi Halal jadi Pembahasan
Sementara itu, 8 produk dengan nama "beer" menerima sertifikat halal dari MUI, dan 14 produk lain juga telah disertifikasi halal oleh Komite Fatwa.
Mamat menegaskan bahwa seluruh produk tersebut telah melalui pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), di mana sebagian besar diperiksa oleh LPH LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika).
Proses sertifikasi ini juga melibatkan berbagai uji yang memastikan produk tersebut bebas dari bahan haram dan najis.
Meskipun demikian, perbedaan pendapat muncul terkait penggunaan nama-nama produk yang dianggap mengandung konotasi negatif.
BACA JUGA:Wujudkan Komitmen Perkuat Ekosistem Halal Indonesia, BSI Gelar International Expo 2024
BACA JUGA:Banyak Pegawai Halal Bihalal di Luar Kantor Saat Jam Kerja, Pj Wako Prabumulih: Akan Kita Tegur
"Perbedaan ini hanya terletak pada nama produk, bukan kehalalan dari substansi produk tersebut," tegas Mamat.
Tanggapan MUI Terhadap Penamaan Produk
Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi persoalan ini dengan memberikan pandangan yang berbeda.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, menyatakan bahwa beberapa produk yang menerima sertifikat halal dari BPJPH sebenarnya belum melalui proses penetapan kehalalan oleh Komisi Fatwa MUI.
Produk-produk tersebut, menurut Niam, didaftarkan melalui skema self declare (pernyataan mandiri oleh produsen) yang tidak melibatkan audit dari lembaga pemeriksa halal.