Oleh karena itu, kami akan berkoordinasi lebih intensif dengan MUI dan instansi terkait agar penamaan produk yang terkesan menyerupai produk haram dapat dihindari.
Pengusaha juga akan kami dorong untuk lebih berhati-hati dalam memberikan nama produk.”
Di sisi lain, produsen juga didorong untuk lebih sensitif terhadap implikasi dari penggunaan nama produk yang dapat membingungkan konsumen.
"Kami mengimbau produsen untuk menghindari penggunaan nama yang identik dengan produk haram. Sebagai alternatif, mereka bisa memilih nama yang lebih netral dan tidak menimbulkan kontroversi," kata Mamat.
Kolaborasi BPJPH dan MUI ke Depan
Ke depan, BPJPH dan MUI berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem sertifikasi halal di Indonesia.
Penyesuaian regulasi serta pengawasan yang lebih ketat akan dilakukan untuk menghindari adanya produk dengan nama-nama kontroversial yang mendapatkan sertifikat halal tanpa audit yang memadai.
Kerjasama antara BPJPH, MUI, serta lembaga terkait lainnya seperti LPH akan terus diperkuat agar masyarakat muslim di Indonesia dapat lebih yakin dan tenang dalam memilih produk yang sesuai dengan keyakinan agama mereka.
“Kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi umat Muslim di Indonesia. Oleh karena itu, kami akan terus mengupayakan transparansi dan integritas dalam proses sertifikasi halal, agar tidak ada lagi kebingungan terkait nama produk yang tidak sesuai,” pungkas Mamat.
Jadi, kasus produk dengan nama-nama seperti "wine," "beer," dan lainnya yang bersertifikat halal menegaskan pentingnya transparansi dan edukasi mengenai proses sertifikasi halal di Indonesia.
Masyarakat perlu memahami bahwa sertifikat halal bukan hanya soal nama, tetapi tentang substansi dan proses yang telah melalui pemeriksaan yang ketat.
Di sisi lain, produsen juga harus lebih berhati-hati dalam memilih nama produk agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.