BACA JUGA:Pj Bupati Apriyadi Pimpin Langsung Apel Bersama dan Halal Bihalal Setelah Libur Lebaran
BACA JUGA: Awali Kinerja Pasca Libur Lebaran, Kemenkumham Sumsel Ikuti Apel Pagi dan Halal Bihalal
MUI memandang bahwa proses self declare tidak sepenuhnya memenuhi standar fatwa yang telah ditetapkan oleh lembaga tersebut.
Oleh karena itu, ada potensi produk dengan nama-nama yang mengundang kontroversi tersebut belum benar-benar diaudit secara komprehensif oleh lembaga yang berwenang.
"Penggunaan skema self declare harus dibatasi pada produk yang benar-benar sederhana dan tidak menimbulkan kontroversi. Produk dengan nama seperti 'wine' atau 'beer' seharusnya tetap melalui audit lembaga pemeriksa halal dan penetapan dari Komisi Fatwa MUI untuk memastikan integritas kehalalannya," jelas Niam.
Proses Sertifikasi Halal: Transparansi dan Akuntabilitas
Proses sertifikasi halal di Indonesia telah diatur oleh UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), yang menegaskan pentingnya setiap produk yang masuk ke pasar Indonesia untuk memiliki sertifikat halal jika ingin diklaim sebagai produk yang aman dikonsumsi oleh umat Muslim.
UU ini juga mengatur tentang pembentukan BPJPH sebagai lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan sertifikat halal.
Sertifikasi halal terdiri dari beberapa tahap yang sangat ketat, mulai dari pengajuan oleh produsen, audit oleh LPH, hingga penetapan halal oleh Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal.
Sistem ini dirancang agar produk-produk yang mengklaim halal benar-benar memenuhi kriteria yang ditetapkan, tidak hanya dari segi bahan yang digunakan tetapi juga dari proses produksi dan distribusinya.
Masyarakat diimbau untuk memahami bahwa nama produk tidak selalu mencerminkan kandungan di dalamnya.
Sebuah produk dengan nama "wine" atau "beer" yang mendapatkan sertifikat halal berarti telah terbukti melalui pengujian dan dipastikan bebas dari alkohol atau zat-zat yang dilarang oleh syariat Islam.
Upaya Mengurangi Kesalahpahaman
Untuk mencegah kebingungan di kalangan masyarakat, BPJPH dan MUI berkomitmen untuk memperketat pengawasan terkait penamaan produk.
Kementerian Agama melalui BPJPH juga terus melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih memahami bagaimana proses sertifikasi halal berlangsung serta bagaimana kehalalan produk ditentukan.
Mamat Salamet Burhanudin menambahkan, “Kami menyadari bahwa penamaan produk yang tidak lazim bagi masyarakat dapat menimbulkan salah tafsir.